Padahal bagi orang yang berakal, Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia Maha Baik. Bukan penjahat atau Tuhan Kejahatan.
Ibarat presiden, presiden itu membawahi semua rakyatnya. Baik rakyat yang jahat maupun rakyat yang baik. Rakyat yang baik mendapat imbalan yang baik. Rakyat yang jahat mendapat hukuman. Presiden itu sendiri baik. Bukan penjahat. Jika jahat, tentu rakyat akan menurunkannya.
Nah Allah jauh lebih baik dari itu. Allah adalah Tuhan semesta alam. Orang yang baik akan diganjarnya dengan surga. Yang jahat dihukumnya di neraka.
Sederhanakan logika orang yang benar-benar menggunakan akalnya? Tapi kalau otaknya pas-pasan, paling-paling kesimpulannya: Tuhan itu jahat..:)
Coba saja kalau Ulil dituduh sebagai penjahat, marah kan? Apalagi Allah. Menyatakan Allah sebagai penjahat adalah perbuatan yang kurang waras...:)
Allah Maha Baik:
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang" [Al Fatihah:1]
Setan yang menyuruh berbuat jahat:
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. " [Al Baqoroh:268]
Allah melalui nabiNya melarang berbuat jahat:
"Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." [Huud:85]
Allah menghukum penjahat:
"Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. " [Faathir:10]
Kiriman A Nizami
Tuhan Kebaikan, Tuhan Kejahatan
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
09/05/2004 : Pertanyaan saya kemudian, apakah betul bahwa sumber kejahatan itu di luar Tuhan? Apakah tidak mungkin kejahatan ada dalam Tuhan sendiri? Kalau kejahatan secara mutlak di luar Tuhan, apakah dalam konsepsi monoteisme hal itu tidak berujung kepada kemusyrikan, karena akibatnya adalah adanya dua Tuhan: Tuhan Kebaikan (The Hero) dan Tuhan Kejahatan (The Villain)?
Apakah itu tidak menyekutukan Allah?
Banyak yang beranggapan bahwa pemikiran-pemikiran saya sangat "menuhankan" akal. Anggapan ini terutama disampaikan oleh teman-teman Islam fundamentalis.
Teman-teman ini berpendapat bahwa akal itu, kalau diikuti, hanya akan menyeret manusia kepada kesesatan. Alasannya, akal itu lemah, terbatas, dan karena itu butuh petunjuk. Petunjuk yang sudah pasti benarnya hanya bisa datang dari Tuhan. Dengan kata lain, akal itu adalah "duta besar" Iblis dalam kehidupan manusia.
Iblis sesat karena menggunakan akalnya, sehingga ketika diperintahkan sujud oleh Allah kepada Adam, Iblis menolak: "Khalaqtani min narin, wa khalaqtahu min thin, Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia [Adam] dari lempung,” demikian kata Qur'an.
Pertanyaan saya kemudian, apakah betul bahwa sumber kejahatan itu di luar Tuhan? Apakah tidak mungkin kejahatan ada dalam Tuhan sendiri? Kalau kejahatan secara mutlak di luar Tuhan, apakah dalam konsepsi monoteisme hal itu tidak berujung kepada kemusyrikan, karena akibatnya adalah adanya dua Tuhan: Tuhan Kebaikan (The Hero) dan Tuhan Kejahatan (The Villain)?
Apakah itu tidak menyekutukan Allah?
Ini masalah rumit yang sudah menjadi perdebatan klasik dari dulu. Mungkin terlalu mewah memperdebatkan hal ini. Apalagi kita sedang bergairah menghadapi pemilihan presiden untuk kali pertama. Tetapi, bagaimanapun juga, perkenankan saya mengutarakan pikiran saya yang masih bersifat sementara ini.
Bagi saya, sebagai penganut monoteisme, wawasan yang lebih masuk akal tentang ketuhanan adalah wawasan yang justru memandang Tuhan itu sendiri sebagai "Dzat" atau "Being" atau "Wujud" yang sedang berproses juga. Bagi teman yang pernah membaca pikiran filosof proses, Alfred Whitehead, konsepsi ketuhanan yang berwatak "prosesual" ini sudah pasti tidak aneh dan mengagetkan. Kebaikan dan kejahatan bersumber dari Tuhan yang sama, dan dalam diri Tuhan memang terdapat dua aspek yang paradoksal. Paradoks ketuhanan itulah yang kemudian "memancar" (ini istilah khas dalam filsafat: emanasi (al faidh) ke dalam kehidupan manusia. Jika manusia diciptakan dalam citra Tuhan (Imago Dei dalam konsepsi Kristen; atau wa nafakhtu min ruhi dalam konsepsi Islam), maka dengan sendirinya paradoks-paradoks yang ada dalam Tuhan sendiri akan "mengalir" pula dalam watak dan psike manusia itu sendiri.
Sebagaimana Tuhan dalam dirinya mengalami semacam "proses" yang melibatkan pertarungan antara yang "Baik" dan yang "Buruk", sebagaimana Tuhan dalam dirinya mengalami dialektika, maka demikian pula manusia.
Inilah konsepsi yang konsisten mengenai Tauhid, mengenai Tuhan yang satu: Tuhan Kebaikan sekaligus Tuhan Kejahatan. Wallahu a’lam Bisshawab (Ulil Abshar-Abdalla)
0 komentar:
Posting Komentar