Ust.
Hartono Ahmad Jaiz
Nurcholish Madjid menimbulkan kasus 23 Januari 1987 di
pengajian Paramadina yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada pertanyaan dari
peserta pengajian, Lukman Hakim, berbunyi: “Salahkah Iblis, karena dia tidak mau
sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada
Allah?”
Dr. Nurcholish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab
dengan satu kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang
terbit di Damascus, Syria, bahwa: “Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di
tempat yang tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan
inilah tauhid yang murni.”
Nurcholis juga mengatakan, “Kalau
seandainya saudara membaca, dan lebih banyak membaca mungkin saudara menjadi
Ibnu Arabi.
Sebab apa?
Sebab Ibnu Arabi antara lain yang
mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang paling tinggi surganya, itu Iblis.
Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan dari satu tingkat iman
yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca banyak.” (lihat buku Jawaban
Tuntas untuk Dr. Nurcholish Madjid tentang Ibnu Arabi dan Setan Masuk Surga,
Yayasan Islam Al-Qalam, 1407 H, hlm. 20).
Demikianlah jawaban Nurcholish
Madjid. Mari kita perbandingkan jawaban itu dengan pendapat para ulama, terutama
mengenai siapa dan bagaimanakah sebenarnya pemahaman Ibnu Arabi itu.
Siapakah Ibnu Arabi itu?
Ibnu Arabi, nama lengkapnya Abu
Bakar Muhammad Ibn Ali Muhyiddin Al-Hatimi At-Thai Al-Andalusi, dikenal dengan
Ibnu Arabi .
Ibnu Arabi (Muhyiddin) dianggap sebagai tokoh tasawuf
falsafi, lahir di Murcia Spanyol, 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165 M, dan mati di
Damaskus, Rabi’ul Tsani 638 H/Oktober 1240 M.
Inti ajarannya didasarkan
atas teori wihdatul wujud (satunya wujud, semua wujud di alam ini adalah
–cerminan—Allah) yang menghasilkan wihdatul adyan (satunya agama, tauhid maupun
syirik).
Di antara ajaran Ibnu Arabi adalah:
- Hamba adalah Tuhan
(tercantum dalam kitab Ibnu Arabi, Fushush Al-Hikam, 92-93)
- Neraka adalah
surga itu sendiri (Fushush Al-Hikam, 93-94).
- Perbuatan hamba adalah
perbuatan Allah itu sendiri. (Fushush Al-Hikam 143).
- Fir’aun adalah mu’min
dan terbebas dari siksa neraka. (Fushush Al-Hikam, 181).
- Wanita adalah
Tuhan (Fushush Al-Hikam, 216).
- Fir’aun adalah Tuhan Musa. (Fushush
Al-Hikam, 209).
- Semua ini adalah Allah, tidak ada nabi/rasul atau malaikat.
Allah adalah manusia besar. (Fushush Al-Hikam, 48).
- Allah membutuhkan
pertolongan makhluk. (Fushush Al-Hikam, 58-59).
Oleh karena sebegitu
drastisnya penyimpangan yang ditampilkan Ibnu Arabi, maka 37 ulama telah
mengkafirkannya atau memurtadkannya.
Di antara yang mengkafirkan Ibnu Arabi
itu adalah ulama-ulama besar yang dikenal sampai kini:
- Ibnu Daqieq Al-‘Ied
(w 702 H).
- Ibnu Taimiyah (w 728 H).
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w 751
H).
- Qadhi ‘Iyadh (w 744 H).
- Al-‘Iraqi (w 826 H).
- Ibnu Hajar
Al-‘Asqalani (w 852 H).
- Al-Jurjani (w 814 H).
- Izzuddin Ibn Abdis Salam
(w 660 H).
- An-Nawawi (w 676 H).
- Adz-Dzahabi (w 748 H).
- Al-Bulqini
(w 805 H).
Mengenai iblis dan Fir’aun masuk surga seperti yang
dicantumkan oleh Ibnu Arabi dalam kitabnya, Fushush Al-Hikam, itu jelas sangat
bertentangan dengan ayat Al-Qur’an. Iblis dan pengikut-pengikutnya dimasukkan
dalam neraka, ditegaskan dalam ayat:
وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا
قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ
فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ
دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا
أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا
أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Dan berkatalah setan, tatkala perkara (hisab) telah
diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar,
dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyelisihinya.
Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku
menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu janganlah kamu
mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.
Aku sekali-kali tidak
dapat menolongmu, dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya
aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak
dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.”
(Ibrahim: 22)
Setan di sini adalah iblis menurut ijma’ para mufassirin
salaf (tiga generasi awal: sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in). Arti wamaa
antum bimushrikhi adalah kamu tidak dapat membebaskanku dan menyelamatkanku. Itu
artinya iblis adalah bersama mereka di neraka.
Dalam Mukhtashar Tafsir
At-Thabari dijelaskan:
Dan iblis berkata ketika telah selesai perkara
(hisab), maka ahli surga dimasukkan ke surga dan ahli neraka dimasukkan ke
neraka:
“Allah telah menjanjikan kepada kalian janji untuk memasukkan neraka
kepada orang-orang kafir, maka Dia memenuhi janji-Nya, dan aku (iblis) telah
menjanjikan pertolongan, lalu aku selisihi janjiku, dan tidak ada bagiku atas
kalian alasan tetapnya kebenaran ucapanku, tetapi aku telah mengajak kalian
untuk bermaksiat kepada Allah, lalu kalian kabulkan ajakanku, maka kalian jangan
mencelaku atas pengabulan kalian terhadap (ajakan)ku, dan cercalah diri-diri
kalian sendiri atasnya.
Aku tidak bisa menolong dan menyelamatkan kalian
dari adzab Allah, dan kalian tidak bisa juga menolongku dari adzab-Nya.
Sesungguhnya aku membantah terhadap kalian yang menyekutukanku dengan Allah di
dunia.”
Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir terhadap Allah itu
adzab yang sangat menyakitkan.
Di situ iblis jelas masuk neraka dan
tidak bisa menolong orang-orang yang telah ditipunya. Bagaimana akal bisa
menerima paham Ibnu Arabi bahwa iblis masuk surga? Orang-orang yang ditipu saja
jelas masuk neraka, apalagi yang menipunya.
Kalau yang menipu justru
masuk surga, maka berarti menipu itu adalah ibadah. Itu adalah pemikiran Setan.
Sedang keyakinan Ibnu Arabi dan kaum shufi bahwa Fir’aun masuk surga,
perlu dibantah pula dengan ayat. Karena, biar akar pemikiran Nurcholish yang
menafsirkan ayat pakai paham shufi itu sekalian tuntas diketahui salahnya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا
غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ
أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan
petang, dan pada hari terjadinya Kiamat (dikatakan kepada malaikat): Masukkanlah
Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.” (Al-Mukmin: 46)
Demikianlah bantahan terhadap pemahaman shufi yang telah dijadikan
landasan oleh Nurcholish Madjid dalam menjawab pertanyaan, dan belakangan
merujuk shufi pula dalam menafsirkan ayat. (Dipetik dari buku Aliran dan Paham
Sesat di Indonesia, dalam bab Tulisan Nurcholish Madjid Berbahaya Merujuk ke
Tasawuf Sesat, dengan sedikit modifikasi/AlDakwah.org).
Sabtu, 10 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar