Fenomena maraknya kelompok yang menamakan dirinya sebagai Islam Liberal, belakangan semakin berkembang saja di kampus IAIN maupun UIN. Bahkan ditenggarai justru IAIN dan UlN-lah yang menjadi lahan subur maraknya barisan pengusung paham liberal. Sehingga pengusung paham pluralisms agama, nikah beda agama, pikiran-pikiran yang keluar dari mainstream Qur'an-Sunnah banyak sekali dilahirkan dari rahim IAIN.
Kendati masih acte kelompok mahasiswa di IAIN dan UIN yang memegang teguh pada Al Qur'an dan As-Sunnah. Hanya saja, mereka seperti tenggelam. Mahasiswa kelompok ini seolah kalah publikasi. Maklum, Mahasiswa IAIN-UIN yang sering nyeleneh karena otak liberalnya itu, telah dibackingi oleh Amerika, terutama dari segi dana, sehingga anak-anak muda di "kampus hijau" itu tidak menemui kesulitan ketika harus mengadakan forum-forum diskusi yang nara sumbernya didatangkan sendiri dari kalangan mereka yang juga liberal dan sekuler. Dengan kata lain, misi dan propaganda Barat dapatterakomodir oleh segelitir anak-anak IAIN-UIN yang belakangan mulai terkikis akidah lslamnya.
Hingga saat ini tokoh-tokoh liberal di IAIN sudah semakin terang-terangan menghina Allah, dan ajarannya terns menerus dijajakan ke masyarakat. Lebih ironis lagi, keliberalan itu dijadikan kurikulum dan diwajibkan bagi para mahasiswanya, Bahkan kini ditambah pelajaran hermeneutika untuk mengganti metode tafsir Al Qur'an.
Menurut Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, dalam acara bedah buku "Ada Pemurtadan di IAIN" beberapa waktu lalu, ada upaya sistematis pemurtadan pada mahasiswa IAIN akhir-akhir ini. Itulah sebabnya, patut diketahui aiasan, kenapa IAIN dan UIN perlu dicermati dan diwaspadai. Pertama, adanya ajakan dzikir dengan lafal Anjing hu Akbar oleh mahasiswa seniorfakultas Ushuluddin (filsafat) IAIN Bandung kepada mahasiswa baru dalam acara ta'aruf, September 2004. Termasuk adanya pernyataan, "Selamat bergabung di area bebas Tuhan" di acara yang sama.
Alasan kedua, adanya dosen IAIN yang di depan kelas dengan bangganya mengaku sudah tiga bulan tidak shalat. Ketiga, Zainun Kamal (dosen UIN Jakarta) telah menikahkan Muslimah dengan lelaki Kristen di Hotel Kristal Pondok Indah Jakarta. Keempat, adanya mahasiswa IAIN Bandung yang dengan bangga mengenakan kalung salib dan zionis pada lehernya, dan masih banyak lagi.
Sejak masuknya para orientalis ke kampus ini, sudah cukup banyak wacanayang belakangan tak sekedar lagi wacana. Tapi sudah menjadi sebuah paham, ideology, dan "agama baru". Wacana kotor dan beracun yang hendak ditularkan itu antara lain: "Surga Tuhan itu nanti mungkin terdiri dari banyak "kamar" yang bisa dimasuki dengan beragam jalan atau agama"; semua agama sama, semuanya menunju kebenaran; tidak boleh mengklaim dirinya yang paling benar; Syariat Islam akan membuat kaum perempuan menderita; menghalalkan nikah beda agama; menggagas penyamaan waris antara laki-laki dan perempuan; menghalalkan goyang ngebor; mengakui keberadaan kaum gay dan lesbi; mengatakan Al Qur'an itu produkbudayadan sudah tidak relevan lagi; menyerukan kondom sebagai solusi, dan sebagainya.
Gejala sesat menyesatkan lewat jalur sistematis yaitu perguruan tinggi Agama Islam se-lndonesia, justru dibiarkan oleh pitiak akademik (kampus), termasuk Departemen Agama sendiri. Seolah-olah, pemikiran sesat itu dibiarkan. berkembang, dan betul-betul dijadikan pegangan mahasiswa sebagai pendekatan keiimuan dalam memahami Islam.
Sarang Pemurtadan?
Dikatakan Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, akar masalah lancarnya pemurtadan dan kristenisasi adalah sistem pendidikan Islam yang telah diselewengkan. Kurikulum perguruan tinggi Islam, nyatanya tidak Islami lagi, karena diambil dari hasil eksperimen dan rancangan orientalis Barat yang misinya adalah penjajahan, kristenisasi, dan westernisasi (pembaratan).Bahkan kurikulum IAIN, UIN, STAIN, dan STAIS kini penekanannya lebih pada socio histories. Lebih bahaya lagi, motode yang digunakan di perguruan tinggi Islam itu adalah mencoba menafsiri Bible, yakni apa yang mereka sebut hermeneutika. Perlu diketahui, hermeneutika adalah metode tafsir Bible, yang di kembang kan oleh para filosof dan pemikir Kristen di Barat menjadi metode interpretasi teks secara umum. Oleh sebagian cendekiawan Muslim, metode ini diadopsi dan dikembangkan, untuk dijadikan sebagai alternatif dari metode pemahaman Al Quran yang dikenai sebagai ilmu tafsir. Jika metode atau cara pemahaman Al Quran sudah mengikuti metode kaum Yahudi dan Nasrani dalam memahami Bible, maka patut dipertanyakan, bagaimanakah masa depan kaum Muslimin di negeri ini nantinya?
"Akibat itu, dosen IAIN-UIN yang tadinya mendidik mahasiswa agar memahami Islam, berubah mengajari mahasiswa agar bingung terhadap Islam. Atau paling tidak menjadikan anak didik yang kerjanya mengkritisi Islam, bukan mengamalkannya dengan taat kepada Allah dan Rasulnya. Nah, kalau dosennya saja bingung, apalagi mahasiswanya," ujar Hartono.
Tapi, apa kata dosen IAIN-UIN sendiri saat membela mahasiswanya yang nyeleneh: "Ini sekadar wacana", "ini pembahasan akademis", "jangan dimaknakan secara tekstual, literal, atau secara dangkal". Dalihnya lagi, "kita perlu Islam Progresif", "kita perlu Islam Emansipatoris", "jangan suka merasa benar sendiri", dan sebagainya. Jadi itu semua adalah senjata mereka untuk menutupi kekacauan pemahaman mereka, sekaligus menipu mahasiswa agar mudah dijebak kekacauan pemahaman Islam model mereka.
Dengan sistem pendidikan Islam yang kacau seperti itu, maka para orang tua yang menguliahkan anak-anaknya dengan harapan agar menjadi ulama yang saleh menjadi terabaikan. Yang muncul justru, sarjana-sarjana agama Islam (S.Ag) yang pemahaman Islamnya tidak berlandaskan Al Quran dan As-Sunnah dengan manhaj (metode pemahaman) salafus shalih (generasi awal Islam, sahabat Nabi SAW, tabi'in dan tabi'it tabi'in). Tentu tidak dipantas bila titel S.Ag kemudian diplesetkan orang menjadi "SarjanaAuahGelap".
Tampaknya sudah bukan rahasia umum lagi, jika kampus IAIN – UIN atau perguruan tinggi Islam lainnya, menjadi target pemurtadan dan Kristenisasi yang dilakukan oleh para orientalis, kaum kafir dan muanfiqin. Yang pasti, pemurtadan dan kristenisasi yang dilancarkan, tidak semata-mata mengiming-imingi harta dan semacamnya kepada kaum Muslimin agar masuk Kristen, namun mereka mulai gencar menempuri berbagai cara dan menyiapkan strategi canggihnya untuk merealisasikan proyek pemurtadan, bukan hanya di perguruan tinggi Islam, tapi juga menyusupi pesantren-pesantren, bahkan sampai majelis taklim kaum ibu di kampung-kampung, hingga musholla-musholla. Itu diakui sendiri oleh Ulil Absar Abdalla yang terobsesi menyampaikan pesan Islam Liberal hingga ke musholla.
Sekarang ini cara konvensional (mengiming-imingi supermie dan sejenisnya) plus teori Snouck Hurgronje masih dijalankan, namun kemudian polanyatelah ditingkatkan menjadi bentuk-bentuk iming-iming dana segar untuk menjalankan misi pemurtadan, kristenisasi, dan perusakan Islam. Sehingga cara-cara kristenisasi model lama itu dipadukan, lalu dimodifikasi, maka tercapailah target Kristenisasi, pemurtadan, dan penjauhan umat dari Islam secara sistematis (tiga paket).
"Jadi dana-dana yang tadinya untuk disebarkan kepada masyarakat umum (Muslimin) untuk dijadikan korban, kini diubah sistemnya agar lebih efektif, yaitu dikumpulkan menjadi satu, diberikan kepada tokoh-tokoh Islam plus lembaga-lembaganya, lalu disetir agar para tokoh Islam beserta lembaga-lembaganya itu mengoperasionalkan tiga paket tadi. Jadi paket-paket dana itu sebagai upah jasa pemasaran paket materi perusakan Islam, yang sejak awal memang didesign dengan rapi, dan canggihnya," tandas Hartono.
Ihwal dana segar dari Amerika sebagai paket pemurtadan, KH. Ahmad Kholil Ridwan dari BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia) mengatakan, "Saya serukan kepada para kiai pesantren agar tidak mau menerima dana dari Amerika lewat Departemen Agama sebesar Rp. 50 juta, terutama kalau disuruh mengubah kurikulum pesantren model mereka."
Bisa dirasakan, bila target pemurtadan itu ditujukan kepada generasi muda Islam, lebih khusus lagi adalah mahasiswa IAIN-UIN dimanapun berada. Tak heran bila, mahasiswa IAIN menyebar ke pelbagai paham dan aliran, sebut saja, seperti aliran sesat Ahmadiyah, LDII, JIL, dan sebagainya. Bila menyaksikan sendiri, di setiap diadakan seminar atau diskusi-diskusi agama, hampir sebagian besar mahasiswa IAIN begitu mengagumi pemikiran dedengkot JIL, Ulil Absar Abdalla. Mereka (mahasiswa) bahkan memberi aplus untuk tokoh muda NU itu, setiap kali menjabarkan kesesatannya.
Tentu bukan hanya sosok Ulil yang sering dijadikan nara sumber dalam sebuah forum diskusi. Masih banyak stock pengusung JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menjadi acuan mahasiswa IAIN-UIN. Para pembicara itu, ada yang diantaranya dari dosen IAIN-UIN sendiri atau mantan IAIN. Tokoh Islam Liberal itu adalah: Cak Nur, Abdul Munir Mulkhan (Wakil Rektor UIN Jogjakarta), Djohan Effendi, Gus Dur, Zainun Kamal (dosen UIN Ciputat), Kautsar Azhari Noer (dosen UIN Jakarta), Masdar F. Mas'udi (alumni IAIN Jogjakarta), Luthfi Assyaukani (dosen Paramadina), Prof. Dr. M.Amien Abdullah (Rektor IAIN Jogjakarta), Taufik Adnan Kamal (dosen Ulumui Qur'an IAIN Makasar), Abdul Moqsith Ghazali (alumni IAIN), Dr. Siti Musdah Mulia (dosen pascasarjana UIN Jakarta), Hussein Muhammad (pengasuh ponpes Darut Tauhid Cirebon), dan sebagainya.
Tahun lalu (September 2004), misalnya, orang-orang IAIN atau UIN mendatangkan Nasr Hamid Abu Zaid yang sudah divonis murtad oleh Mahkamah Agung Mesir 1996, diantaranya karena tulisan-tulisan dan pehdapatnya yang mengatakan bahwa Al Qur'an itu adalah produk budaya.
Target orientalis terhadap perguruan tinggi Islam, seperti IAIN atau UIN, memang harus diwaspadai. Mereka menghendaki agar pemikiran generasi muda Islam diracuni dan dikacaukan. Bahkan bukan hanya dikacaukan, tapi dimurtadkan dengan pola yang sangat sistematis. Minimal, generasi muda Islam menjauhi ajarannya (meninggalkan shalat), mengagumi Barat sebagai ideology. Ujung-ujungnya adalah bergaya hidup sekuler, jauh lebih liberal dari Barat itu sendiri.
Percaya atau tidak, Departemen Agama RI punya peran sendiri untuk mensekulerkan negeri ini, yakni dengan membuat grand design strategy yang intinya menegaskan: apabila Indonesia ingin maju/modern, Indonesia harus dibangun menjadi negara sekuler. Untuk itu agama harus dipisahkan dari urusan negara. Agama adalah urusan pribadi-pribadi. Lembaga-lembaga resmi agama harus dihapuskan dari tugas pemerintahan sebab lembaga tersebut mempersubur dan menjadi akar keberadaan agama dan umat Islam yang dianggap faktor penghambat modernisasi. Demikian diakui oleh mantan penjabat tinggi Depag. Kafrawi Ridwan yang juga mantan Ketua Umum PPDMI.
Adalah tugas umat Islam semuanya untuk menyelamatkan IAIN dari tangan-tangan liberal sekular yang semakin gencar dan bahu membahu menghancurkan IAIN, sehingga keberadaannya dapat dikembalikan ke garis Islam yang sebenarnya. Semoga saja, IAIN tidak seperti yang diplesetkan orang, yakni: Ingkar Allah ingkarNabi. Jubah, titel tidaklah menjadikan seorang lulusan IAIN-UIN lebih mulia, ketika dirinya malah semakin jauh dari Al Quran dan As-Sunnah. (Amanahonline)
Ustadz Drs. H. Hartono Ahmad Jaiz, Perang terhadap JIL
Di kalangan komunitas kampus, bukan rahasia lagi bahwa orang yang paling sengit menentang pemikiran Ulil Absar Abdallah dengan ketompok Jaringan Islam Liberalnya adalah Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, pria kelahiran Boyolali 1 April 1953. Sudan beberapa buku ditulisnya untuk mengcounter pembaruan pemikiran gaya Jaringan Isiam Liberal (JIL) yang ditudingnya menyesatkan. Itu pula sebabnya, kelompok JIL seringkali mencap Ustadz Hartono sebagai seorang yang suka mengkafirkan orang lain.Belum lama ini Ustadz Hartono baru saja selesai menulis buku kontroversial berjudul Ada Pemurtadan di IAIN (Penerbit Pustaka Ai-Kautsar). Buku tersebut beberapa waktu lalu dibedah di kampus Universitas Islam Negeri (DIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. UIN adalah penjelmaan IAIN. Tentu saja acara itu cukup ramai, kalau tak hendak dikatakan menghebohkan. Tak sedikit mahasiswa UIN yang tertarik mengikutinya, apalagi penulis buku, Ustadz Hartono sendiri hadir berhadapan langsung dengan musuh bebuyutannya, Ulil Absar dan Abdul Moqsith Ghazali yang juga sama-sama berpikiran liberal.
Bukan sesekali Ustadz Hartono mendapat serangan balik dari Ulil. Ironisnya, setiap kali Ulil bicara, mahasiswa UIN menyambutnya dengan tepuk tangan tanda setuju. Apakah ini suatu bukti bahwa banyak mahasiswa UIN telah tersusupi pemikiran-pemikiran JIL? Alasan itulah agaknya yang mendorong Ustadz Hartono mengungkapkan telah terjadi pergeseran akidah di kampus UIN. Setidaknya, ia ingin mengimbangi, bahkan membendung, jangan sampai mahasiswa UIN diracuni oleh paham-paham yang nyleneh, sesat dan menyesatkan.
Ada sejumlah alasan, kenapa Ustadz Hartono v mengungkapkan adanya upaya sistematis pemurtadan pada mahasiswa UIN akhir-akhir ini. Pertama, tentang adanya ajakan zikir dengan lafal Anjing hu Akbar oleh mahasiswa senior fakultas Ushuluddin (filsafat) IAIN Bandung kepada mahasiswa baru dalam acara ta'aruf, September 2004 Termasuk adanya pernyataan, "Selamat bergabung di area beb Tuhan" di acara yang sama.
Alasan kedua, adanya dosen IAIN yang di ruang depan para mahasiswanya) dengan bangganya mengaku tiga bulan tidak shalat. Ketiga, Zainun Kamal (dosen UIN Jakarta) telah menikahkan seorang Muslimah dengan lelaki Kristen di Hotel Kristal, Pondok Indah, Jakarta, dan masih banyak lagi.
Yang mengherankan, menurut Ustadz Hartono, adalah bahwa gejala sesat menyesatkan lewat jalur sistematis yaitu perguruan tinggi Agama Islam se-Indonesia, justru dibiarkan oleh pihak akademik (kampus), termasuk Departemen Agama sendiri. Seolah-olah, pemikiran sesat itu dibiarkan berkembang, dan betul-betul dijadikan pegangan mahasiswa sebagai pendekatan keilmuan dalam memahami Islam.
"Adalah tugas umat Islam semuanya untuk menyelamatkan IAIN dari tangan-tangan liberal sekuler yang semakin gencar dan bahu membahu menghancurkan IAIN, agar dapat dikembalikan ke garis Islam yang sebenarnya.
Semoga saja, IAIN tidak seperti yang diplesetkan orang, yakni: Ingkar Allah
Ingkar Nabi," ujar Ustadz Hartono yang banyak meneliti tentang aliran-aliran dan paham sesat di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar