Pages

Senin, 13 Februari 2012

Tanggapan Atas Tulisan Ulil Abshar Abdalla


Oleh: Farid Gaban
Mengomentari Tragedi Bom Kuningan dua pekan lalu, Ulil Abshar Abdalla, cendekiawan Jaringan Islam Liberal dan Freedom Institute, menulis di Majalah Tempo (No. 29/XXXII/13 - 19 September 2004) di bawah judul: “Mengapa Defensif?

Dalam tulisannya, Ulil mengajak umat Islam untuk tidak defensif menanggapi tudingan polisi dan pemerintah Australia yang mengatakan bahwa bom itu buatan Jemaah Islamiyah. Artinya, akui sajalah.

Ulil melandaskan argumennya pada pernyataan berbahasa Arab dalam situs http://www.islamic-minbar.com/ (“Islamic-Minbar”). Dalam situs itu, katanya, “Departemen Penerangan Jemaah Islamiyah Asia Timur” mengaku bertanggungjawab atas bom bunuh diri di Kedubes Australia.

Ulil sendiri mengatakan tidak yakin benar otentisitas pernyataan itu. Namun, seluruh argumen dalam tulisan di Tempo itu menunjukkan bahwa Ulil cenderung mempercayainya sebagai otentik. Salah satu argumen penting Ulil adalah bahwa pernyataan itu ditulis dalam bahasa Arab standar yang mengesankan penulisnya adalah seorang “insider”.

Berbeda dengan Ulil, setelah melakukan penelusuran, saya sendiri meragukan keotentikan klaim itu. Dan di sini, saya ingin membahasnya dalam konteks jurnalisme, baik aspek etik maupun praktek, serta kecenderungan mengerikan tentang betapa rentannya media terhadap manipulasi dan propaganda.


Amnesia Media Dan Gempuran “News Cycle”

Klaim “Islamic-Minbar” soal Bom Kuningan saya baca pertama kali pada 10 September (sehari setelah tragedi) dari beberapa kantor berita: Associated Press, AFP dan Reuters. Berita-berita ini dikutip oleh hampir semua koran, termasuk The Jakarta Post di Indonesia dan The Sydney Morning Herald di Australia.

Ada “caveat’ (pengakuan lemah) dalam tulisan asli kantor-kantor berita tadi. Reuters, misalnya, memberi tambahan pada beritanya: “The authenticity of the claim could not be immediately verified.” Dengan kata lain, berita ini masih setengah matang. Masih ada pekerjaan rumah penting, yakni verifikasi, tapi tidak bisa segera dilakukan si wartawan.

Problemnya, ini bukan pertama kali kantor-kantor berita tadi menulis klaim “Islamic-Minbar”. Saya menemukan setidaknya ada sepuluh berita berbeda tentang klaim “Islamic-Minbar” sejak akhir Juli 2004, menyangkut beragam teror hampir di seluruh dunia, termasuk drama penyanderaan sekolah di Rusia awal September lalu yang menewaskan ratusan orang.

“Islamic-Minbar” mengaku bertanggungjawab atas:

• jatuhnya pesawat Tupolev Rusia
• penyanderaan anak-anak di sekolah Rusia
• pembakaran sinagog di Prancis
• bom bunuh diri di Palestina
• bom mobil di Uzbekistan
• pemenggal kepala warga Amerika di Irak
• pembunuh sukarelawan Italia di Irak

(Di bawah nanti, saya sertakan ringkasan berita tentang “Islamic-Minbar” dan rujukan pada sumbernya).

Jika semua klaim tadi otentik, muncul pertanyaan paling penting di sini: organisasi apa sebenarnya yang ada di balik situs “Islamic-Minbar”?

Organisasi apa yang mengklaim, lewat Bom Kuningan, sedang menghukum “Kristen Australia” tapi faktanya membunuh dan melukai secara telak Muslim Indonesia?

Tentu saja, jika semua klaim tadi otentik.......

Problemnya, sejak Juli itu, kantor-kantor berita terus mengulang-ulang “caveat” yang sama, bahwa “The authenticity of the claim could not be immediately verified” —tanpa benar-benar menunaikan pekerjaan rumahnya, yakni verifikasi. Dan terus-menerus menyajikan berita setengah matang kepada audiens-nya, tanpa sadar bahwa apa yang sebenarnya “setengah-fakta” kemudian ditelan pembacanya sebagai “fakta”.

Membunuh ratusan orang di seluruh dunia adalah kejahatan serius. Tapi, meski demikian gawatnya, kenapa kantor-kantor berita internasional hanya selalu menyajikan berita setengah matang dan tidak pernah menggali lebih jauh?

Ada banyak jawaban, tapi salah satunya, saya kira adalah “lupa” atau “tidak sempat”. Di tengah gempuran peristiwa-peristiwa setiap hari, didera “siklus berita” yang kian pendek (jam dan menit), para wartawan mudah terjangkit amnesia (lupa apa yang mereka tulis/tayangkan dua pekan lalu) dan tidak sempat melakukan verifikasi sementara peristiwa-peristiwa baru terus muncul.

Verifikasi (satu unsur penting dalam jurnalisme versi Bill Kovach) akhirnya hanya fatamorgana belaka. Para wartawan terapung dalam buih peristiwa-peristiwa, mudah diombang-ambing oleh siapa saja yang punya agenda, yang puas bisa memanfaatkan wartawan untuk mengkonstruksi fakta dari serpihan-serpihan setengah fakta.

Agenda itu bahkan bisa sekadar keisengan belaka. Lihatlah contoh berikut.


Islamic-Minbar Dan Dongeng Palsu Dari San Francisco

Awal Agustus lalu, Associated Press dari Kairo mencuplik video yang diposting di situs http://www.islamic-minbar.com/ (situs yang sama tempat Ulil menemukan pernyataan tadi). Video berdurasi 55 detik itu menggambarkan adegan pemenggalan kepala Benjamin Vanderford, seorang sandera Amerika di Irak, oleh teroris Islam. Tak hanya AP, Kantor Berita Reuters juga memberitakannya, demikian pula beberapa stasiun televisi di negara-negara Arab yang merujuknya.

Dalam empat versi berita yang disiarkan ke seluruh dunia, Kantor Berita AP tidak mengatakan bahwa video tersebut telah diverifikasi keotentikannya. Tapi berita itu terlanjur beredar cepat. Berita itu cepat menjalar ke seluruh dunia, dikutip koran dan televisi lokal. Kata “alleged” (diduga) yang semula ada dalam berita awal mulai hilang. “Seeing is believing” —orang percaya bahwa itu memang hasil kerja teroris Islam.

Kini terbukti, video itu bohong-bohongan belaka. “Saya membuat film itu di garasi rumah saya di Pleasanton (San Francisco, AS),” kata Martin, seorang pemusik eksperimental, kepada Koran The San Francisco Chronicle belakangan. “Kami membuat darah palsu dari sirup jagung warna merah. Kami menggunakan digital video camera murahan untuk merekam adegan pemenggalan yang sebenarnya dilakukan dengan posisi pisau terbalik.

Martin dan teman wanitanya, Kirchner, mengaku membuat video itu untuk menguji penyebaran berita lewat internet dan kemampuan media-massa memverifikasi bahan beritanya.

“Mencengangkan,” kata Kirchner. “Betapa dahsyatnya internet. Seorang mendapatkan file video itu dan membaginya dengan beberapa orang lain. Lalu, tiba-tiba ditayangkan di sebuah stasiun televisi Arab dan diyakini sebagai kenyataan.

Apakah AP, Reuters dan media-media lain meminta maaf untuk kesalahan itu, pengakuan bahwa mereka telah diperdaya? Tidak ada permintaan maaf, kecuali mereka menuliskan berita pendek tentang penangkapan dua orang itu oleh FBI.

Tapi, setengah fakta sudah terlanjur menjadi fakta, yang kemudian diperkuat oleh klaim Bom Kuningan, lagi-lagi di “Islamic-Minbar” yang sama. Dan lagi-lagi AP serta Reuters cukup puas hanya mengatakan “The authenticity of the claim could not be immediately verified”. Dan lagi-lagi, orang sepintar Ulil Abshar Abdalla pun cenderung mempercayainya sebagai fakta.


Tumpulnya Skeptisisme

“Lupa” dan “tidak sempat” hanya dua dari banyak alasan kenapa wartawan tidak melakukan verifikasi. Kemungkinan lain: kehilangan daya kritis, terperangkap dalam “frame” pembuat berita, atau memilih terjebak dalam bias Rezim George Bush di Amerika.

Sudah saya tunjukkan tadi bahwa “Islamic-Minbar” mengklaim beragam aktivitas teror Islam di seluruh dunia.

Klaim terhadap Bom Kuningan diatribusikan pada “Jemaah Islamiyah Asia Timur”. Tapi, sejauh menyangkut http://www.islamic-minbar.com,/ sebenarnya ada banyak atribusi lain di situ:

• “Omar al-Mukhtar Brigades” (dari nama mantan pemimpin Taliban)
• The Tawhid wa al-Jihad (Unification and Holy War)
• The Jamaat Ansar Al-Jihad al-Islamiya (Group of the Holy Islamic War Supporters)
• “Islambuli Brigades” (dari nama pembunuh Presiden Mesir Anwar Sadat)
• The Islamic Army in Iraq (Al Qaedah)
• Ansar al-Zawahiri (Al Zawahiri group)

Situs “Islamic-Minbar” ingin memberi kesan adanya sebuah konsorsium besar teroris Islam seluruh dunia, melintasi batas negara (Indonesia, Uzbekistan, Chehnya, Prancis, Palestina, Irak) dan bahkan melampaui sejarah (kelompok pembunuh Anwar Sadat pada 1980-an katanya masih terlibat).

Konsorsium besar itu kini bermarkas di Irak. Hampir semua klaim menyebut Abu Mussab al-Zarqawi (katanya pembantu Usamah bin Ladin di Al Qaedah) adalah tokoh sentral dan Irak adalah motif utama serangan terorisme. Dalam klaimnya tentang Bom Kuningan, misalnya, “Jemaah Islamiyah Asia Timur” mengatakan menghukum Australia karena keterlibatan negeri itu di Irak.

Siapa saja yang mempelajari sejarah politik Islam sudah semestinya curiga dengan upaya membundel berbagai organisasi Islam ke dalam citra monolit: Al Qaedah dan Irak. Sebab, ada dua dalih palsu yang diberikan oleh Pemerintah George Bush ketika menyerbu Irak: pertama, senjata pemusnah massal dan kedua, “adanya sempalan Al Qaedah di Irak”. Dan kini, meski kebohongan sudah terungkap, Amerika/Australia tetap getol mengajak dunia untuk mempercayainya.

Upaya seperti itu benar-benar sesuai dengan keinginan Amerika untuk menjustifikasi serangan dan pendudukannya atas Irak.


Klaim Meragukan, Tapi Implikasi Luas

Ulil Abshar Abdalla mengajak umat Islam untuk tidak defensif, atau dengan kata lain, mengakui sajalah semua klaim tadi. Ulil mengabaikan implikasi tiga tahun “perang melawan teror” yang dikumandangkan Rezim Bush.

Dengan klaim meragukan, seribu lebih orang kini ditahan di Guantanamo Bay tanpa pengadilan, ratusan muslim lain ditangkapi di Amerika mengabaikan prosedur hukum, jutaan dolar yayasan Islam dibekukan dan seterusnya.

Dan kita kini melihat Irak. Dengan klaim meragukan, Amerika mengubah Irak menjadi ladang pembantaian dan siklus teror-anti-teror berkepanjangan. Ribuan orang tewas di situ. (Afghanistan? Kita sudah lama melupakannya).

Bahkan tidak hanya orang Islam yang menanggung implikasi dari “war on terror”. Seribu lebih pasukan Amerika tewas di Irak, meninggalkan ribuan istri dan anak mereka. Berapa uang pajak warga Amerika yang disedot untuk peningkatan anggaran militer setelah 11 September? Berapa uang pajak warga Asutralia untuk membiayai pertahanan rudal yang diilhami “munculnya terorisme internasional”?

Belum lagi implikasi “intangible”, betapa ketegangan hubungan Islam dan non-Islam terus meningkat di berbagai belahan dunia akibat klaim yang tidak diverifikasi.

“War on terror” ala George Bush juga berbahaya karena mencegah kita mendiagnosis secara jernih persoalan politik domestik di masing-masing negara. Ada kecenderungan besar sekarang ini untuk melakukan simplifikasi berlebihan: bahwa apa yang terjadi di Indonesia, Chehnya, Uzbekistan, Palestina dan Irak adalah sebuah fenomena tunggal, yakni fenomena Al Qaedah. Bahkan kerusuhan di Ambon dan Poso pernah dinisbahkan pada Al Qaedah, mengubur kemungkinan kita memahami persoalan itu dari sudut pandang lain.

Tentu saja, ada banyak kekerasan di negara-negara berpenduduk Muslim. Tapi, “Dalih Al Qaedah” sudah menutup kemungkinan kita mendiskusikan akar sebenarnya terorisme di Chehnya atau Palestina misalnya.


Logika Amoral Albright

Banyak orang di negeri mayoritas Muslim sudah jelas dan lama marah kepada Pemerintah Amerika dengan apa yang terjadi di Afghanistan, Irak, dan Palestina. Survai-survai global terakhir, termasuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Amerika sendiri, mendukung gejala itu. Jadi kemarahan terhadap Pemerintah Amerika adalah hal yang jamak. Ini bahkan tidak monopoli masyarakat Muslim, lihatlah opini di kalangan Kristen/Katolik Eropa sendiri. Tanyalah, misalnya, pandangan Gereja Katolik tentang kasus Palestina.

Dalam Perang Teluk Pertama (1990), sebuah majalah konservatif Amerika, “US News & World Report”, menulis bahwa masyarakat Amerika tidak perlu bersimpati kepada rakyat Irak (anak, perempuan dan manula) yang tewas dalam perang menghalau Saddam Hussein dari Kuwait. Kita tidak perlu bersimpati, katanya, karena “mereka toh pendukung Diktator Saddam Hussein” atau setidaknya “punya peluang untuk melawan kediktatoran tapi tidak melakukannya”.

Beberapa tahun lalu, Menteri Luar Negeri Medelline Albraight ditanya oleh wartawan: “Apakah layak, demi menggulingkan Saddam Hussein, setengah juta anak-anak Irak tewas akibat embargo ekonomi 10 tahun yang disponsori Amerika?” Jawaban Albraight: “Layak

Tulisan “US News” dan jawaban Albraight, menurut saya, amoral. Dan cobalah pertanyaan itu dibalik. Apakah kita setuju orang Amerika/Australia tak berdosa dibantai demi melampiaskan kemarahan kita pada Pemerintahan Bush/Howard?

Saya pribadi tidak setuju. Tapi, memang ada orang Islam yang punya pandangan seperti itu. Mereka memakai logika yang dibuat Albraight sendiri: kenapa rakyat Amerika memberi legitimasi pada Pemerintah Bush yang brutal itu?

Ada banyak orang Islam yang marah di Chehnya, di Palestina, di Irak, atau di Aghanistan —untuk motif yang jelas, dan tidak bisa diterangkan sesederhana kita mengucapkan Al Qaedah.


Motif Aneh Jemaah Islamiyah

Lalu, bagaimana dengan Jemaah Islamiyah di Indonesia? Inilah kelompok yang motifnya paling tidak jelas. Berbeda dengan di Chehnya dan Palestina, orang Islam di sini tidak dalam posisi ditindas. Umat Islam di Indonesia juga secara politik merdeka, berbeda dari di Uzbekistan, misalnya, tempat diktator dukungan Amerika (Islam Karimov) memberangus partai dan organisasi Islam.

Bom Marriot katanya ditujukan pada Amerika dan Bom Kuningan katanya ditujukan pada Australia, namun kenyataannya dua teror itu membunuh orang Indonesia. Bahkan lebih banyak warga Indonesia tewas di Kuta (Bali) pada 2002 ketimbang turis asing Australia. Ketiga bom itu juga merugikan Indonesia lebih dari negeri manapun, dan merugikan mayoritas penduduknya yang Muslim.

Setelah reformasi, Indonesia kini menjadi negeri demokrasi terbesar di Dunia Islam (Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia). Dan selama lima tahun terakhir kita menyaksikan perubahan sangat positif dalam tatanan politik demokratis, suatu hal yang sangat membanggakan jika kita mengingat apa yang terjadi di negeri Muslim lain, khususnya di Kerajaan Saudi, negeri yang berada di bawah ketiak Amerika. Namun, aksi terorisme segelintir orang dan dengan motif yang tidak jelas ini telah mengaburkan prestasi yang —jika kita fair melihatnya dalam konteks transisi demokrasi kontemporer— sebenarnya sangat fantastis.

Walhasil, “perang melawan teror” memiliki implikasi sangat luas, tidak hanya di Amerika tapi juga di Indonesia. Bagi banyak masyarakat Muslim implikasi itu sangat merugikan. Jadi saya kira wajar jika orang Islam —baik yang liberal maupun konservatif— menuntut akuntabilitas pemerintah, politisi, polisi, badan intelejen dan bahkan media massa ketika mereka membuat klaim menyangkut penyelidikan kasus terorisme. [http://www.penaindonesia.com/desktop/teror.doc]


Daftar Berita Dan Rujukan:

INDONESIA
Reuters (10 September 2004)


“Jemaah Islamiah in eastern Asia - department of information - Indonesia.”, The al-Qaeda-linked group Jemaah Islamiah has claimed responsibility for yesterday's car bomb attack outside the Australian embassy in Jakarta that killed at least nine people and wounded 182, and warned of further attacks.

An Islamist web site, www.islamic-minbar.com, posted a statement saying: “We decided to settle accounts with Australia, one of the worst enemies of God and Islam, ... and a mujahideen brother succeeded in carrying out a martyr operation with a car bomb against the Australian embassy” in Jakarta.

The authenticity of the claim could not be immediately verified.

----------

IRAK
Arab News Agencies (30 Juli 2004)


A group with alleged links to al-Qaeda terror network operative Abu Mussab al-Zarqawi has warned Pakistan, Saudi Arabia and other Islamic nations against sending any Arab or Muslim force to Iraq.

The idea of such a force has been mooted by Saudi Arabia and welcomed by the United States.

However, in a statement posted on the Islamist website (www.islamic-minbar.com), the “Omar al-Mukhtar Brigades” of the Tawhid wa al-Jihad (Unification and Holy War) group warned that “we will not stand idle if forces from any Arab or Muslim country, notably Saudi Arabia, Pakistan or Egypt, are sent to Iraq.”

The statement attributed to Zarqawi’s group also threatened the governments of Mauritania, which has diplomatic ties with Israel, and Libya for being “subservient to their Zionist masters.”

PALESTINA
Arab News Agencies (30 Juli 2004)


In a separate message about reported threats by Jewish extremists to attack the Al-Aqsa Mosque compound in Jerusalem, the group warned any such attack would prompt strikes against “all Zionist, American and European interests in the Arab world”.

“Synagogues in Europe, the United States and Egypt will be reduced to ashes” if the Muslim holy site is touched, it warned, adding that “members of the Zionist intelligence services posing as tourists” would be particularly targeted by its fighters.

UZBEKISTAN
BBC (awal Agustus 2004)


On 30 July, suicide bombers struck again in Uzbekistan, just as the trials opened of people accused of a wave of bombings in late March.

The recent spate of suicide attacks - a form of violence most commonly associated with the Middle East - is seen by the Uzbek authorities as confirming their claim that the violence is the work of radical Islamic militants.

But some independent analysts are not convinced.

Uzbekistan has identified two groups in particular as being responsible for the March attacks - the Islamic Movement of Uzbekistan (IMU) and Hizb ut-Tahrir (Liberation Party).

The Uzbek president, Islam Karimov, has accused the same groups of being responsible for the latest bombings, which targeted the US and Israeli embassies and the Uzbek prosecutor-general’s office. He pointed to what appeared to be admissions of responsibility by both groups, published on an Islamic website (islamic-minbar).

PRANCIS
AFP (22 Agustus 2004)


A previously unknown group has claimed responsibility for an arson attack on a Jewish centre in Paris, in a statement posted on an Islamist website Sunday.

“A group of young mujahedeen (fighters) ... have torched the Jewish temple in Paris at 4:00 am Paris time,” said the Arabic statement posted in the name of the Jamaat Ansar Al-Jihad al-Islamiya (Group of the Holy Islamic War Supporters) at http://www.islamic-minbar.com/forum/viewtopic.php.

The claim could not be independently verified.

RUSIA
Associated Press (28 Agustus 2004)


MOSCOW -- Russian officials said Friday they detected traces of a high explosive in the wreckage of one of two crashed jetliners, branding it the work of terrorists, while an Islamic group claimed its suicide attackers brought down both planes because of the war in Chechnya.

On an Internet site connected to Islamic extremists, a statement from a militant group said the planes were attacked in retaliation for Russia's war in the predominantly Muslim region of Chechnya and warned it was only the first in a series of planned operations. There was no way to check the claim's authenticity.

Forty-eight hours after two Russian Tupolev airliners took off from Moscow airport minutes apart and crashed, killing all 89 people aboard, al Qaeda has finally come forward with a claim of responsibility, published by the Islamic Minbar website associated with the Islamist organization. The statement, signed by the “Islambuli Brigades” (named for the killer of Egyptian president Anwar Sadat) claims two groups of five men each hijacked the planes and promises to circulate soon a video clip showing the “martyrs” reading out their last wills and testaments. The statement adds that the attacks were the first in a series and there are more operations to come.

ITALIA
Italian Adnkronos International Agency (1 September 2004)


The kidnappers of French journalists would ask bin Laden to issue a fetva (a kind of religious verdict), which should decide the fate of the two French journalists that were kidnapped in Iraq, Italian Adnkronos International agency reported. In a message that appeared at the Islamist Internet site Islamic Minbar, signed by the Islamic Army in Iraq, they insist on the direct interference of Al Qaeda’s leader Osama bin Laden to settle the fate of French journalists.

TURKI
AFP (7 September 2004)


DUBAI, Sept 7 (AFP) - An Islamic website on Tuesday published a statement purporting to be from an Iraqi group threatening Turkey and Jordan with painful reprisals unless they closed their embassies in Iraq and left the oil-rich country.

“We demand that the Jordanian and Turkish governments close their embassies in Iraq and leave the country because of their attitude in terms of supplying ... the invading forces in our country, which encourges them to prolong their stay in Iraq,” the statement said.

The statement was signed by “the Al-Hussein Islamic brigades” and published on the site www.islamic-minbar.com.

The group, which gave no indication of its political leanings or its representation inside Iraq said: “If this demand is not met, we will, in our own way, carry out painful reprisals.”

The authenticity of the text has not been confirmed.

ITALIA
Reuters (9 September 2004)


There has been no news of Simona Pari and Simona Torretta, the two Italian volunteers kidnapped in Baghdad last Tuesday. But there has been an announcement on the Islamic Minbar internet portal, signed by the supporters of Al Zawahiri. It is the second communication in two days. Yesterday, the group claimed responsibility for the kidnapping. Today, it issued a more threatening message, “We will not free the Italian women even if Italy yields”. The messages are not thought to be reliable. Meanwhile in Baghdad, Iraqi mothers and children, friends of the two Simonas, took to the streets to demand their release.

THE WEB ANNOUNCEMENT - “We will not free the Italian women even if Italy yields”. This is the brief message published via internet on the Islamic Minbar portal, signed by the group that supports Al Zawahiri. The message, dated September 9, contains only these words in the title. The Al Zawahiri group is the same alleged terrorist organisation that on Wednesday issued the communiqué claiming responsibility for the abduction of the two Italian volunteer workers. Both documents are highly unreliable since it is thought likely that the abduction was carried out by individuals linked to the head of Al Qaeda in Iraq. Abu Musab Al Zarqawi, assuming that responsibility for the kidnapping should be attributed to an Islamic group and not to supporters of Saddam Hussein.

http://www.corriere.it/english/articoli/2004/09_Settembre/09/Protest.shtml

DENMARK
The Copenhagen Post (10 September 2004)

http://www.cphpost.dk/get/81636.html

The Iraq-based Islamic extremist group Ansar al-Zawahiri, presumably linked to al-Qaida and several hostage-takings in Iraq, has threatened to “punish” Denmark. The statement, which appears on the homepage www.islamic-minbar.com, could not be verified by official sources.

0 komentar:

Posting Komentar