Si Fulan adalah lulusan perguruan tinggi negeri yang sempat menjadi karyawan
sebuah kantor pemerintah. Beberapa bulan lalu, dia dipecat kantornya karena
terlampau sering bertengkar (bukan berdiskusi) soal-soal agama dengan teman
sesama kantor, bahkan beberapa kali adu jotos. Pemegang kebijakan di kantor
melihat kelakuan Fulan sudah tidak dapat ditolerir, dan menganggapnya sudah
tidak pantas dipertahankan lagi sebagai karyawan.
Usut punya usut,
persoalan bermula ketika belakangan si Fulan aktif terlibat dalam kegiatan agama
yang terlampau banyak menjejalkan klaim-klaim kepada jemaahnya. Fulan terlampau
sering mendengar indoktrinasi klaim-klaim kebenaran agama yang tidak memberi
peluang buat orang lain mendebatnya. Agama yang dikenal Fulan adalah agama yang
penuh klaim, bukan agama yang menyapa akal sehatnya.
Sebatas itu tidak
jadi soal. Hanya saja, Fulan tidak mencukupkan versi kebenaran yang ia terima
untuk dirinya sendiri, tapi berkali-kali menyalahkan pihak lain yang tidak
sepaham dengannya secara sengit. Dalam fantasinya, hanya dia yang konsisten
mengikut jejak para leluhur Islam yang saleh (salafush shâleh)—dan dengan begitu
cukup dia saja yang punya tiket ke surga—sementara yang lain tidak. Itulah yang
berulang-ulang dipersoalkan Fulan.
Tidak hanya teman kantor yang merasa
kejanggalan mental dan kejiwaan Fulan. Isterinya pun heran karena Fulan tak
pernah menyesal kehilangan mata pencarian. Dia tetap kokoh, dan menafsirkan
semua petaka itu sebagai konsekuensi jihad yang tak akan luput dari cobaan
duniawi. Baginya itu bukan soal, sampai pun isteri dan anaknya harus ikut
menanggung akibat. Isterinya mengeluh, karena perlakuan Fulan terhadap dirinya
kini semakin otoriter, bahkan Fulan semakin ringan tangan. Tapi Fulan tak
perduli; dia tetap berkelana membawa paham agamanya; makin jarang tinggal di
rumah, apalagi memberi nafkah.
Sulit mencari istilah yang tepat untuk
menjelaskan apa yang terjadi pada si Fulan. Penjelasan psikologi agama mungkin
membantu. Agama bagi para psikolog, ada kalanya menjadi sumber penyakit mental,
dogmatisme, prasangka rasial, dan tindakan kekerasan. Bahkan, agama yang
dogmatis, ortodoks, dan taat (atau yang mungkin kita sebut sebagai kesalehan)
berkorelasi sangat signifikan dengan gangguan emosional. Sebaliknya, orang yang
sehat secara emosional, sebagaimana ditulis Jalaluddin Rakhmat dalam Psikologi
Agama, selalu bersifat lunak, terbuka, toleran, dan bersedia berubah. Sedangkan
orang yang sangat religius cenderung kaku, tertutup, tidak toleran, dan tidak
mau berubah.
(Dikutip dari Website Jaringan Islam Liberal http://www.islamlib.com,/
"Overdosis" Agama OLEH NOVRIANTONI 07/03/2005)
Bertengkar soal agama
dikantor bahkan sampai adu jotos, otoriter dalam rumah tangga sampai bertindak
ringan tangan dengan istri, tidak bertanggung-jawab menafkahi keluarga seperti
kelakuan si Fulan, ini benar-benar ‘Islam overdosis’ namanya. Karena sesuai
contoh dari Rasulullah, perilaku Islam yang benar berbeda dengan si Fulan.
Bersikap sopan santun merendahkan suara, suka menolong orang lain yang
kesusahan, banyak mewakafkan harta, menjaga perasaan istri dan anak-anak, giat
mencari nafkah karena menafkahi keluarga memang tuntutan dalam Islam buat setiap
laki-laki, menghormati tetangga, semua itu merupakan perilaku Islam seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah, salah satunya adalah cerita Nabi yang tidur di
emperan pintu rumahnya karena pulang telat, tidak tega membangunkan istrinya
untuk membuka pintu, demikianlah perilaku Islam..
Namun gejala ‘Islam
overdosis’ tidak hanya seperti kelakuan si Fulan, ada juga si ‘Fulan jilid dua’
yang terkena gejala overdosis. Sudah jelas dikasih tahu adanya ‘jalan yang
lurus, luas dan lebar’ namun si ‘Fulan jilid dua’ ini masih berjalan
terhuyung-huyung, berbelok-belok ke kiri dan ke kanan layaknya orang mabuk.
Memang dia tidak meributkan orang lain, tidak bertengkar atau marah-marah, tapi
berjalannya sudah tidak terarah dan ngawur.
Si ‘Fulan jilid dua’ ini
menganggap perkawinan beda agama diperbolehkan, sekalipun ada ayat : Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu”.
Dia juga
beranggapan bahwa tidak dibolehkan poligami padahal tertulis ayat : maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…. Yang
membolehkan poligami dengan beberapa syarat.
Si ‘Fulan jilid dua’ ini
juga mabuk dengan hukum waris yang jelas-jelas mencantumkan bagian-bagian untuk
istri, suami anak laki-laki dan perempuan, pembagian satu banding dua dalam Al
Qur’an dirobah menjadi satu banding satu, saking mabuknya si ‘Fulan jilid dua’
ini tidak menghiraukan ayat yang menyertai hukum waris ini : (Hukum-hukum
tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta’at kepada
Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di
dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan
yang besar.
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
‘
Fulan jilid dua’ juga mengatakan bahwa jilbab bukan ajaran Islam tetapi hanyalah
budaya Arab, seakan-akan lupa bahwa ada ayat yang berbunyi : Hai Nabi katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Soal kebenaran
agama, dia menganggap semua agama adalah benar dan semua kitab suci juga benar,
jelas-jelas Al Qur’an mengecam orang-orang yang mempersekutukan Allah dan
menyuruh setiap muslim untuk menjadikan Al Qur’an sebagai ‘batu ujian’
kitab-kitab suci yang lain.
Maka si ‘Fulan jilid dua’ ini juga tidak ada
bedanya dengan si Fulan yang lainnya, sama-sama kena gejala overdosis. Kalau
yang satu gejalanya marah, ngamuk dan bertengkar, yang satu lagi jalan
sepoyongan, nabrak kiri kanan dan ngocek tidak karuan..
Sabtu, 10 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar