Ada catatan penting menjelang Muktamar ke-45 di Malang, Jawa Timur, Juli
mendatang. Diantaranya adalah lahirnya tokoh liberal di tubuh Muhammadiyah.
Inilah jejak mereka yang sudah dituangkan di media massa.
Inilah jejak
tokoh dan aktivis Muhammadiyah sekarang yang sudah terjangkit virus
sekuler-liberal, diantaranya :
1. Prof. Dr. Ahmad Syafii Ma'arif
Pada tanggal 10 Agustus 2000, tiga
tokoh Islam Indonesia, yaitu Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Syafii Ma'arif, dan Prof. Dr. Nurcholish Madjid
membuat pernyataan bersama. Isinya: menolak masuknya Piagam Jakarta dalam pasal
UUD 1945.
Tiga alasan yang dikemukakan itu adalah; Pertama, pencantuman
Piagam Jakarta akan membuka kemungkinan campur tangan negara dalam wilayah agama
yang akan mengakibatkan kemudharatan, baik bagi agama maupun pada negara sebagai
wilayah publik. Kedua, dimasukkannya Piagam Jakarta akan membangkitkan kembali
prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai "negara Islam" di
Indonesia. Ketiga, dimasukkannya Piagam Jakarta bertentangan dengan visi negara
nasional yang memperlakukan semua kelompok di negeri ini secara sederajat.
2. Prof. Dawam Rahardjo
Sebagai tokoh yang dianggap sebagai
intelektual muslim, Dawam Rahardjo melegalisasi dan memberikan pujian selangit
terhadap buku yang berjudul, "Tempat dan Peran Yesus di hari Kiamat menurut
Islam" yang ditulis seorang Pendeta Wienata Sairin MTH. Dalam kata pengantarnya
dalam buku tersebut.
"Buku kecil karya Wienata Sairin yang berjudul
Tempat dan Peran Yesus di hari Kiamat menurut ajaran Islam ini sangat menarik
untuk dibaca". "Buku ini cukup mewakili pandangan Islam", katanya. Padahal
didalam buku tersebut terdapat pelecehan dan penghinaan yang dilancarkan oleh
Pendeta, dalam bukunya menuding bahwa Al-Qur'an sangat kontradiktif.
Dalam kata pengantar buku Pendeta Wienata, Dawam Rahardjo juga memasang
badan sebagai tameng pembelaan terhadap doktrin kristen tentang ketuhanan yesus.
Dengan kata lain, Dawam membela Trinitas.
Selain itu, Dawam dikenal
sebagai pembela Aliran Sesat. Pada tahun 2000 dengan mengatasnamakan
Muhammadiyah mengundang Tahir Ahmad yang dianggap Khalifah ke 4 bagi Ahmadiyah
(Golongan yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi selepas Rasululloh) di
Jakarta.
Dalam situs http://www.islamlib.com,/ Dawam mengatakan bahwa Ahmadiyah itu
sama dengan kita jadi kita tidak bisa menyalahkan atau membantah akidah mereka,
apapun akidah mereka itu .
Di Majalah TEMPO (edisi 12 Januari 2003, yang
diberi judul "Islam Radikal Vs Islam Liberal", Dawam membela Koordinator
Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla. Dawam mengatakan: "… menurut hemat
saya, Ulil justeru mengangkat wahyu Tuhan di atas syariat." Padahal, seperti
disebutkan sebelumnya, Ulil menulis: "Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian
yang memenuhi standar kepantasan umum (public decency) … Larangan kawin beda
agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak
relevan lagi." Bagaimana mungkin seorang tokoh Muhammadiyah membela-bela ucapan
yang jelas-jelas salah?
3. Dr. Moeslim Abdurrahman
Tokoh Muhammadiyah asal Lamongan ini
pernah mengeluarkan pikiran (agak melecehkan) dengan mengatakan, bahwa "Korban
pertama dari penerapan syariat Islam adalah perempuan" .
Moeslim juga
menghalalkan Natalan bersama. Dia mengatakan bahwa "Umat beragama harus bisa
menciptakan sesuatu yang intensif dalam hubungan antar umat, umat kristen dapat
menciptakan perayaan natal yang dapat dihadiri umat lain, itu bisa dilakukan
jika perayaan tersebut tidak mengandung ritual. Dalam kaitan ini Moeslim
mencontohkan tradisi mudik dan ketupat pada idul fitri yang dapat diikuti
penganut agama manapun".
"Dengan demikian, pada Natal nasional, misalnya,
umat agama lain bisa datang tanpa merasa ada kesulitan. Ini berarti kita
mempunyai tradisi atau event yang bisa dirayakan bersama." (Kompas, Kamis, 18
Desember 2003).
4. Prof. Dr. Amien Abdullah
Dia adalah tokoh Muhammadiyah yang juga
didukung banyak pihak untuk maju menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
Muktamar di Malang bulan depan.
Amin lah orang yang mendesakkan gagasan
agar studi Hermeneutika (studi kritik) terhadap Al-Qur'an agar diajarkan di
kampus-kampus IAIN seluruh Indonesia.
Menurutnya, "Tafsir-tafsir klasik
Al Qur'an tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat."
5. Dr. Abdul Munir Mulkhan
Dalam berbagai artikelnya di media massa,
Mulkan secara nyata menolak "Klaim Kebenaran" (truth claim). "Dalam logika orang
desa, kalau ada satu kelompok yang merasa benar sendiri dan yang lain dituding
salah atau sesat, nanti saya kawatir kesepian di surga, tidak ada temannya.
Klaim-klaim kebenaran absolut seperti itu sesungguhnya lebih menunjukkan,
barangkali dalam bahasa yang agak sarkastik, kurang menyadari bahwa hidup sosial
tidak bisa sendirian. Di hutan sajapun tidak bisa hidup sendirian, mesti bersama
hewan-hewan, pohon-pohonan dan semak belukar", ujarnya.
Dalam bukunya,
"Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar" , (Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2002,
hal. 44), dengan membanggakan akalnya, Mulkan mengatakan, "Surga Tuhan itu nanti
dimungkinkan terdiri dari banyak "kamar" yang bisa dimasuki dengan beragam jalan
atau agama. Karena itu, semua manusia berpeluang masuk surga sesuai keagamaan
dan kapasitasnya masing-masing, jika benar-benar memang percaya (iman, dan
berminat)."
6. Sukidi
Kini ia sedang 'nyantri' di Ohio State University dan
berguru pada tokoh-tokoh sekuler. Sukidi pernah menyamakan Ahli Kitab (Yahudi
dan Nasrani) dengan Islam.
Dalam buku "Teologi Inklusif Cak Nur," Sukidi
mendukung pikiran Nurcholis yang mengartikan Islam sebagai sikap pasrah.
"Bangunan epistomologis teologis inklusif Cak Nur (Nurkholis Madjid) diawali
dengan tafsiran Al-Islam sebagai sikap pasrah kehadiran Tuhan, kepasrahan ini
menjadi ciri pokok semua agama yang benar. Inilah word view Al Qur'an bahwa
semua agama yang benar adalah Al-Islam."
Dengan kata lain, tulis Sukidi,
"sesuai firman Tuhan ini, terdapat jaminan teologis bagi umat beragama, apa pun
"agama"-nya, untuk menerima pahala (surga) dari Tuhan. Bayangkan betapa
inklusifnya pemikiran teologi Cak Nur ini, " ujarnya membanggakan kekeliruan
Nurcholis Madjid.
7. Piet Hasbullah Khaidir
Dia adalah mantan Ketua Umum PP IMM
2001-2003, yang kini menjadi anggota presidium Jaringan Intelektual Muda
Muhammadiyah (JIMM).
"Kita tak akan panik, meskipun orang
berpindah-pindah agama sehari tiga kali, seperti minum obat",
katanya.
Majalah Syir'ah, majalah yang konon didanai The Asia Fondation,
baahkan mengangkat pengalaman rohani Piet Hasbullah Khaidir tentang pernah
pindah iman sebanyak tiga kali dari Budha, Katolik bahkan Atheis.
8. Dr. Tarmizi Taher
Dia adalah Ketua Korps Mubalig Muhammadiyah,
mantan Menteri Agama, dan Rektor Universitas Azzahra, Jakarta. Dalam Muktamar
ke-45 bulan depan, dia juga dikabarkan akan maju sebagai Ketua PP.
Dalam
opini berujudul, "Kerukunan Umat, Perspektif Ahmad Dahlan," Suara Merdeka,
(Sabtu, 23 April 2005), Tarmizi mengajak umat Islam berkawan dengan Barat dan
misionaris Kristen. Dan mengatakan, seolah-olah KH. Ahmad Dahlan begitu akrab
dengan kalangan pendeta.
"….Barat harus dimusuhi sebagai penjajah, namun
harus dikawani sebagai peradaban. Agama Kristen yang dibawa para misionaris
Barat harus dimusuhi sejauh ketika agama tersebut dipakai sebagai kedok
imperialisme. Namun sebagai sebuah agama, K.H. A. Dahlan sangat menghormati para
pemeluk agama Kristen. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulannya yang amat luas,
tidak sebatas sesama umat Islam. Sejarah mencatat bahwa beliau sangat akrab
dengan para pastur dan pendeta."
Hari Jumat (3 Juni 2005), di Harian
Republika dia menulis dengan judul “Memetik Nilai-nilai Pluralisme dari KH Ahmad
Dahlan”, penulis mencatut nama KH. Ahmad Dahlan, seolah-olah pendiri
Muhammadiyah ini adalah tokoh pluralisme.
10. Andar Nubowo
Dia aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah
(JIMM), Peneliti pada Center of Muhammadiyah Studies PP
Muhammadiyah.
Dalam artikelnya "Kebangkitan Intelektual Muda
Muhammadiyah" (Kompas, 17 November 2003), Nurbowo mengatakan, "Pengabaian
semangat berpikir ini, tak ayal melahirkan kejumudan mayoritas kader dan aktivis
Muhammadiyah. Ruang spiritual, meminjam EF Schumacher, yang seyogianya diisi
tradisi refleksi kritis, justru dipenuhi sikap reseptif, tekstualis terhadap
doktrin Islam. Al-Quran yang seharusnya dibaca secara kritis dan
dikontekstualisasikan guna pemecahan krisis sosial, hanya diperlakukan sebagai
kitab agung yang hanya dilantunkan dan dikidungkan.
Alih-alih mengajak
berfikir liberal, Nurbowo melecehkan ibadah ritual kalangan Muhammadiyah yang
lain; seperti meyakini memelihara jenggot atau dan cara makan
Rasulullah.
"Figur mulia Muhammad sekadar dipahami dalam prespektif
gestural-tekstualis, seperti cara makan nabi, memelihara jenggot, tanpa
menelisik lebih dalam makna perjuangan nabi secara lebih luas. Cara
ber-muhammadiyah seperti ini bahkan menodai cita awal Muhammadiyah didirikan KH
Ahmad Dahlan."
11. Pramono U Tanthowi
Dia adalah pengurus DPP Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM). Dalam opininya di Kompas, Sabtu, 26 Januari 2002 berjudul,
"Muhammadiyah dan Islam Liberal", Tanthowo mengajak Muhammadiyah beralih pada
gerakanb sekulerisme-liberal. Bahkan dia menjamin dengan beralih ke
sekuler-liberal, Muhammadiyah lebih demokratis.
"Bagi Muhammadiyah, lebih
baik langsung berperilaku liberal, demokratis, dan pluralis, daripada banyak
bicara liberalisme, demokrasi dan pluralisme, tetapi sebaliknya berperilaku
antiliberal, antidemokrasi dan antipluralisme."
12. Pradana Boy
Dosen Univeritas Muhammadiyah Malang yang juga masih
berstatus sebagai Mahasiswa The Australian National University (ANU), ini juga
dikenal membangga-banggakan kaum orientalis.
Dalam opininya "Orientalisme
dan Dialog Antarkitab" di Republika, Pradana justru meragukan Al-Qur'an dan
mengajak umat Islam lebih kritis terhadap kitab suci itu, layaknya para kaum
orientalis.
"Tetapi, pandangan semacam ini tampaknya belakangan mulai
berubah. Lahirnya kesadaran untuk mengkaji Islam secara lebih dekat dan
munculnya pengkajian Islam dengan pendekatan yang lebih akademis, telah
melahirkan pandangan yang cukup positif terhadap Al-Qur'an. Hal itu ditandai
dengan lahirnya sejumlah karya sarjana-sarjana Kristen yang berusaha memotret
Al-Qur-an dengan pandangan yang lebih objektif. Di antara karya yang bisa
disebut adalah Islamic Revelation in the Modern World karya W Montgomery Watt;
Religion and Revelation-nya Keith Ward; The Event of the Qur'an, The Mind of the
Qur'an, Muhammad and The Christian, Readings in the Qur'an dan Returning to
Mount Hira yang secara berturut-turut ditulis pada tahun 1971, 1972, 1986, 1988
dan 1994 oleh Kenneth Cragg, seorang biarawan Anglikan.
Lahirnya
karya-karya ini bisa disebut sebagai gelombang baru hubungan Islam Kristen dalam
konteks pengakuan Al-Qur'an di hadapan umat Kristiani. Di luar kekurangan dan
kelebihannya, usaha-usaha untuk mempersepsi Al-Quran dengan cara yang lebih
sophisticated semacam ini, pada tataran yang lebih jauh justru akan menjadi
jalan bagi upaya untuk menemukan common platform kitab suci agama-agama dunia
yang selama ini sering menjadi persoalan," tulisnya.
13. Ahmad Fuad Fanani
Dia aktifis Jaringan Intelektual Muda
Muhammadiyah (JIMM). Di koran Republika, berjudul "Menghindari Kejumudan
Penafsiran Islam", Fanani menganggap aneh orang yang masih percaya terhadap
doktrin "Islam agama paling benar."
"Banyak yang mengganggap dan
mempercayai, bahwa Islam yang otentik dan paling benar adalah Islam yang
dipraktikkan oleh Nabi Muhammad semasa hidup." Kita bertanya: "Apakah ada orang
lain, termasuk di lingkungan Muhammadiyah, yang memahami dan mempraktikkan Islam
lebih baik dari apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw? Bukankah kuam
Muslim pasti meyakini, bahwa Nabi saw adalah uswatun hasanah; contoh yang
baik?.
14. Zakiyuddin Baidhawy
Koordinator Program Pengembangan Toleransi,
Pluralisme dan Multikulturalisme pada Center for the Study of Culture and Social
Change ini adalah dosen di Universitas Muhammadiyah Solo (UMS). Dia juga anggota
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Sukoharjo (2000-2005), dan presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah
(JIMM).
Seperti halnya yang lain, dia juga mengurung pluralisme agama,
dan menganggap Islam bukan satu-satunya agama yang benar.
Tokoh-tokoh
diatas adalah sekelumit dari fenomena yang terjadi ditubuh Muhammadiyah
sekarang. Sebab seseungguhnya masih banyak tokoh Muhammadiyah lain yang ikut
terjangkit 'virus' membahayakan itu.
Anehnya, gagasan-gagasan mereka itu
sudah dipublikasikan ke berbagai media masaa dan buku-buku. Dan tentu saja,
mereka didukung penuh dan dana besar-besaran dari pihak asing, terutama
funding-funding dari Amerika Serikat (AS).
Dengan sekelumit contoh tokoh
dan aktifis Muhammadiyah itu, penting kiranya bagi kita untuk menentukan nasib
bagaimana Muhammadiyah ke depan? Tetap kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah atau
pindah pada paham Sekuler-Liberal? Andalah yang menentukan. (Opini ini
ditulis, Choirul Hisyam, mantan aktivis dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo
dan disempurnakan oleh
Hidayatullah.com).
|
|
0 komentar:
Posting Komentar