Buku Pembaruan Hukum Islam: Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang
disusun oleh tim menamakan dirinya sebagai Tim Pengarustamaan Gender Departemen
Agama RI dan diketuai oleh
DR. Siti Musdah Mulia, telah menimbulkan
kontroversi di masyarakat. Menteri Agama (saat itu, Prof. DR. H. Said Agil
Hussin al-Munawwar) menyampaikan teguran keras kepada tim penulis Pembaruan
Hukum Islam, melalui suratnya No. MA/271/2004, tanggal 12 Oktober 2004, untuk
tidak mengulangi lagi mengadakan seminar atau kegiatan serupa dengan melibatkan
serta mengatasnamakan tim Departemen Agama, dan semua naskah asli Counter Legal
Draft atas Kompilasi Hukum Islam itu agar diserahkan kepada Menteri Agama
RI.
Tak urung, sebuah diskusi panel :entang kontroversi itu digelar di
Jniversitas YARSI, Jakarta, pada 29 Oktober 2004. Hadir sebagai pembicara
antaralain; DR. Jazuni, SH, MH, DR. H. Rifyal Ka'bah, MA, Prof. H. Bustanul
Arifin, SH dan Prof. DR. Huzaimah I Yanggo.
Dalam diskusi itu terungkap
beberapa hal mendasar yang menjadikan
buku Pembaruan Hukum Islam : Counter
Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (untuk mudahnya disebut saja
KHI
Tandingan) menimbulkan kontroversi adalah bahwa pembaruan yang diajukan oleh
perumus KHI Tandingan bukanlah dalam konteks tajdid (pemurnian) atau ishlah
(perbaikan terhadap yang rusak/fasad), namun masuk dalam pengertian bid'ah
(penyimpangan) dan taghyir (perubahan) dari hukum Islam yang
asli.
Kontroversi lainnya adalah pendekatan utama perumus KHI Tandingan
bukan pendekatan hukum Islam, tetapi pendekatan: gender, pluralisme, hak azasi
manusia dan demokrasi, Karenatujuan syariah menurut mereka adalah menegakkan
nilai dan prinsip keadilan sosial, kemaslahatan umat manusia, kerahmatan semesta
dan kearifan sosial. Padahal tujuan syariah sebenarnya menurut fuqaha, adalah
memelihara agama, akal pikiran, keturunan, kehormatan, dan harta benda (Dr.
Rifyal Ka'bah, MA).
Perbedaan mendasar kerangka berpikir inilah yang
menyadi penyebab utama tim perumus KHI Tandingan melenceng jauh, sehingga mereka
berani menafikan ayat-ayat Al Quran atau hadis Nabi yang qat'iyul wurud
(perintah yang sudah pasti). Beberapa contoh 'penafian' tersebut, dibeberkan
oleh Prof. Huzaimah T. Yanggo.
Politik Adu Domba
DR. Siti Musdah Mulia memang dilarang oleh pemerintah menyebarluaskan
gagasannya, namun bukan berarti gagasan itu akan berhenti begitu saja. Walaupun
tidak banyak, ada saja ilmuwan muslim yang 'terkontaminasi', selalu ingin
memberikan 'nilai 1 terhadap syariah Islam, yang notabene tak berbeda jauh dari
visi dan misi Siti Musdah Mulia dkk. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
pemikiran yang jernih, legal dan obyektif berdasarkan nash Al Quran dan Sunnah
Rasul, untuk memberikan jawaban, atau tepatnya 'legal counter' terhadap khazanah
pemikiran mereka. Hal ini diharapkan, agar di belakang hari tidak terjadi
malapetaka hebat pada arus bawah.
Dalam era globalisasi, ada
kekuatan-kekuatan yang memang menghendaki Islam di Indonesia lemah. Untuk
melemahkan kekuatan Islam Indonesia, hanya ada satu cara, yaitu diciptakan
konflik di antara umat Islam sendiri. Dasarnya adalah bahwa umal Islam di
Indonesia terlalu besar untuk diserang apalagi dikalahkan (DR.Jazuni) Sejarah
membuktikan bahwa Belanda (35C tahun), Inggris, dan Jepang pernah mengua sai
Indonesia, namun secara struktural dar kultural, mereka tak pernah bisamenguasa
rakyat Indonesia, yang mayoritas muslim.
Menurut Prof. Bustanul Arifin,
di en globalisasi sekarang ada kekuatan yang tidak menghendaki pelurusan
persepsi terhadap syariah Islam, yaitu kekuatan yang berasal dari negara
adikuasa. Karena bila umat Islam Indonesia sampai pada kesatuan persepsi
terhadap syariah Islam, maka mereka akan kuat, dan kekuatannya mungkin akan
mengalahkan kekuatan ekonomi Jepang, Cina dan Korea Selatan.
Strategi
mereka adalah dengan cara memberikan segala macam fasilitas dan keuangan kepada
orang-orang (biasanya para cendekiawan muslim) untuk memunculkan teori-teori
tentang syariah yang beranekawarna, sehingga mengakibatkan umat Islam terpecah
belah. Contohnya adalah peristiwa Nasr Hamid dan Abu Zeid yang dipecat dari
Universitas Cairo dan kemudian diputus 'murtad' oleh Pengadilan Tinggi Mesir,
dan konon mereka saat ini mengajar di Belanda. Informasi terakhir, Abu Zeid
sekarang menjadi dosen tamu di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(!).
Disadari atau tidak oleh penggagasnya, KHI Tandingan tersebut tak
lepas dari kepentingan negara-negara adikuasa tersebut. Tujuan dari semua ini
tidak lain untuk melestarikan dikotomi kesadaran hukum, agar umat Islam tetap
lemah dan tidak berdaya mempersatukan persepsi tentang syariah. Bila umat Islam
lemah, dengan sendirinya bangsa dan negara Indonesia akan tetap lemah dan tidak
berdaya menghadapi era globalisasi yang mau tidak mau harus
dihadapi.
Menggunakan judul dalam bahasa Inggris 'counter legal draft
(CLD)' dan mencatut nama Departemen Agama adalah perbuatan yang tidak etis. atau
memang dimaksudkan sebagai laporan kepada sponsor untuk mendapatkan kucuran
dana.
Apa yang dikemukakan oleh Prof. Bustanul Arifin memang sedang
terjadi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan secara terang-terangan oleh Ulil
Absar Abdallah, penggagas Jaringan Islam Liberal (JIL) yang gagasannya termasuk
dalam kategori 'aneh' dalam khazanah persepsi terhadap syariat, bahwa dia memang
mendapatkan suntikan dana sebesar Rp. 1,4 miliar dari The Asia Foundation,
kalangan Yahudi Amerika, dan CIA. Menurut Ulil, uang sebesar itu kecil, karena
ormas lain di Indonesia juga mendapatkan suntikan dana serupa dan lebih besar,
semisal NU, Muhammadiyah, IAIN dan Departemen Agama. Ini menunjukkan bahwa
memang negara atau masyarakat adikuasa, yang notabene dikuasai oleh jaringan
Yahudi internasional, berupaya sekuat tenaga untuk mempengaruhi cara berpikir
umat Islam Indonesia, khususnya menyangkut persepsi terhadap syariat Islam.
Sangat beruntung, baik NU, Muhammadiyah, Departemen Agama ataupun IAIN tak
terpengaruh dengan visi dan misi mereka.
Pemahaman aneh atau konsep
sempalan, meminjam istilah yang digunakan oleh DR. Rifyal Ka'bah, dalam memahami
syariah Islam telah ada jauh sebelum Ulil Absar Abdallah atau Abu Zeid
sekalipun. Pada tahun 20-an dan tahun 40-an di Mesir, Syeikh AN Abd. Raziq dan
Khalid Muhammad Khalid mengajukan gagasan sekularisasi. Demikian juga gagasan
reformasi yang diajukan oleh Mahmoud Taha pada tahun 70-an dan muridnya Abdullah
Na'im di Sudan.
Di Indonesia gagasan sekularisasi juga pernah disampaikan
oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur) pada tahun 70-an, demikian juga gagasan
reaktualisasi oleh Munawir Syadzali pada tahun 80-an. Kesemuanya mendapat
tantangan yang sangat keras dari komunitas Islam, dan akhirnya gagasan mereka
tenggelam begitu saja, Namun jangan dianggap bahwa gagasan-gagasan tersebut akan
sirna, menghilang atau beku, karena di samping Allah SWT menghalalkan adanya
perbedaan pendapat, juga karena perbedaan tersebut dimanfaatkan oleh komunitas
di luar Islam, yang tujuannya adalah untuk memecahbelah persatuan Islam, dan
pada akhinya mereka mendapatkan sesuatu yang menguntungkan mereka.
Ilustrasi Kontroversi KHI Tandingan
Prof. Huzaimah I Yanggo, guru
besar Syari'ah pada Universitas Islam Negeri Jakarta, merekam secara rinci dan
iugas kontroversi yang mengundang kecaman terhadap buku KHI Tandingan Menurut
Prof. Huzaimah, sudut pandang yang dipergunakan oleh para penyusun KHI Tandingan
meliputi:
- Sudut pandang pribadi, karakter dan kecenderungan para penulisnya
- Sudut pandang gaya bahasa dan ungkapan yang dipakainya terkesan
sentimental, sinis, menggugat, arogan dan inkosisten
- Sudut pandang visi dan misi yang dibawa: pluralisme, demokrasi dan HAM,
keseteraan gender, emansipasitoris, humanis, inklusif, dekonstruksi syari'ah
Islam
- Sudut pandang masalah yang digugat adalah: Al Quran dan Hadis disesuaikan
dengan rasio dan kondisi sosial masyarakat. Karya ulama klasik dituding sangat
arabis, tidak sesuai dengan perkembangan zaman, oleh sebab itu harus
ditinggalkan. Paradigma dan orientasi keberagaman, problem kemanusiaan dan
hubungan antar agama
- Kaidah yang digunakan dalam draft adalah: 'yang menjadi perhatian
mujtahid adalah pada maqashid (maksud-maksud) yang dikandung nash, bukan pada
lafaznya. Boleh menganulir ketentuan-ketentuan nash dengan menggunakan logika
kemaslahatan, serta mengamandemen nasn-nash dengan akal berkenaan dengan
perkara-perkara publik.'
Ada beberapa pasal dalam buku KHI
Tandingan, yang menurut Prof. Huzaimah benar-benar menyimpang dari nash Al Quran
dan Hadis Rasulullah SAW atau syariah Islam (lihat Boks) dan disusun hanya
menurut sudut pandang mereka. (Lihat Boks).
PASAL PASAL KONTROVERISIAL
No.
|
Menurut KHI Tandingan
|
Menurut Syari’at
Islam
|
1
|
Pasal 3: 1.Azas perkawinan adalah monogami 2. Perkawinan yang dilakukan di
luar azzas sebagaimana pada ayat (1) dinyatakan batal secara hukum |
An-Nisa ayat 3 1. boleh poligami dengan syarat
adil 2. perkawinan poligami sah 3. tidak ada nash al-Qur’an atau Hadits
yang menhatakan hukum perkawinan poligami tidak sah |
2
|
Pasal 7: 1. Calon suami atau isteri dapat mengawinkan dirinya sendiri
Pasal 9: 1. Ijab dan
Kabul dapat dilakukan oleh calon suami atau calon isteri 2. Apabila ijab
dilakukan oleh calon isteri, maka Kabul dilakukan oleh calon
suami |
Al-Baqarah ayat 232 dan An-Nur ayat
32 nikah harus dilaksanakan oleh wali atas persetujuan wanita menurut Jumhur
Ulama Hadits Nabi s.a.w.: - tidak sah nikah tanpa wali - wanita yang
menikahkan dirinya sendiri, status hukumnya sama dengan orang berzina
(psk) |
3
|
Pasal 11:
1. Posisi perempuan dan laki-laki dalam
persaksian adalah sama 2. Perkawinan harus disaksikan sekurang-kurangnya
oleh dua orang perempuan atau dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan
satu orang perempuan |
Al-Baqarah ayat 282, Hadits: tidak sah
kesaksian wanita dalam masalah pidana, nikah dan talak.
1. Mazhab Syafi’I dan Hambali mensyaratkan saksi nikah dua orang
laki-laki. Tidak sah akad nikah dengan kesaksian perempuan 2. Mazhab Hanafi
boleh saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan |
4
|
Pasal 16:
Calon suami dan isteri harus memberikan mahar
kepada calon pasangannya sesuai dengan kebiasaan (budaya) setempat
Pasal 18: Mahar menjadi
milik penuh pasangan penerima setelah akad perkawinan
dilangsungkan |
An-Nisa ayat 4: 1. Calon suami
wajib memberikan mahar kepada calon isteri sebagai pemberian berdasarkan
kerelaan. 2. Mahar adalah milik penuh isteri. Suami tidak boleh
memakan/mengambilnya kecuali bila isteri rela, suami boleh memakan sebagian atau
menggunakan sebagian. |
5
|
Pasal 21:
Sebelum perkawinan dilangsungkan, calon suami
dan calon isteri dapat mngadakan perjanjian tertulis ….
Pasal 22: Perjanjian
perkawinan dapat meliputi pembagian harta, perwalian anak, jangka mas
aperkawinan, dan perlindungan kekerasan
Pasal 28: (3) Apabila
jangka waktu perkawinan telah berakhir, maka suami dan isteri dapat
memperpanjang waktu perkawinan sesuai dengan kesepakatan bersama dihadapan
pegawau pencatat perkawinan |
Perjanjian perkawinan dengan jangka
waktu tertentu, sama dengan nikah mut’ah. Nikah mut’ah haram hukumnya,
berdasarkan al-Qur’an, Hadits dan UU Perkawinan No. 1/1979 dan KHI
1. Surat Al-Mukminum ayat 5,6, dan 7 2. Hadits: Nikah mut’ah
telah diharamkan sampai hari kiamat. 3. Mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berarti mematuhi penguasa (pemerintah). Lihat
surat An-Nisa ayat 59 4. Qaidah fiqhiyah: keputusan pemerintah itu mengikat
untuk dilaksanakan dan menghilangkan perbedaan pendapat |
6
|
Pasal 50:
(2) Suami dan isteri secara bersama-sama
berhak b. memilih perab dalam kehidupan berkeluarga c. menentukan jangka
waktu perkawinan
Pasal 22: Perjanjian
perkawinan dapat meliputi pembagian harta, perwalian anak, jangka mas
aperkawinan, dan perlindungan kekerasan |
1. Surat An-Nisa’ ayat 34: laki-laki
(suami) sebagai kepala keluarga 2. Hadits: perempuan sebagai pemimpin rumah
tangga, bertanggungjawab atas kepemimpinannya, da perkawinan itu untuk
selama-lamanya. |
7
|
Pasal 54: 1. Perkawinan orang Islam dengan bukan orang Islam dibolehkan 2.
Perkawinan orang Islam dengan bukan Islam dilakukan berdasarkan prinsip saling
menghargai dan menjunjung tinggi hak kebebasan menjalankan ajaran agama dan
keyakinan masing-masing |
1. Al-Baqarah ayat 221 2.
Al-Mumtahanan ayat 10: haram hukumnya menikah dengan penganut agama selain
Islam, laki-laki atau perempuan 3. Al-Maidah ayat5: laki-laki muslim boleh
menikah dengan wanita Ahlu Kitab yang menjaga kehormatan dirinya, tetap karena
mafsadah perkawinan ini lebih besar dari maslahatnya, maka MUI menfatwakan
hukumnya haram. Fatwa ini sama dengan pendapat Ibnu Umar 4. Ulama sepakat,
bahwa haram wanita muslimah menikah dengan lelaki non-muslim, ahlu kitab atau
yang selainnya. |
8
|
Pasal 55:
(1). Dalam perkawinan orang Islam dan bukan
Islam, anak berhak untuk memilih dan memeluk suatu agama secara bebas (2)
Dalam hal anak belum bisa menentukan pilihan agamanya, maka agama anak untuk
sementara ditentukjan oleh kesepakatan kedua orang tuanya |
An-Nisa’ ayat 141: tidak boleh orang
kafir menjadi wali/pengasuh anak orang Islam atau anak yang beragama Islam.
Dalam pengasuhan anak, pengasuhnya harus orang yang beragama Islam, agar anak
tidak mengikuti agama pengasuhnya yang non muslim. Oleh sebab itu, anak tidak
boleh memilih suatu agama secara bebas.
Undang-undang Perlindungan Anak. |
9
|
Pasal 61: (1) Dalam hal perceraian pertama dan kedua, atau disebut perceraian
raj’i, suami dan isteri berhak rujuk…. Selama isteri dan suami masih dalam masa
iddah dan setuju untuk rujuk (3) Perceraian yang ketiga atau disebut
perceraian ba’in, menyebabkan suatu atau isteri tidak dapat rujuk dan tidak
dapat mengawini kembali mantan isterinya atau suaminya, kecuali apabila mantan
isteri atau mantan suami kawin dengan orang lain dan kemudia terjadi perceraian
dan habis masa iddahnya |
Al-Baqarah ayat 231: dalam hal talak
satu dan dua, suami berhak meruju’ isterinya selama isterinya itu masih iddah
dan setuju untuk dirujuki
Al-Baqarah ayat 230: suami tidak boleh mengawini kembali
isterinya yang telah ditalaknya,s ebelum isterinya itu menikah dengan laki-laki
yang sah, kemudian suami keduanya menceraikannya dan sudah selesai masa
iddanya. |
10
|
Pasal 76:
(2)Selama berlangsungnya sidang perceraian atas
permohonan atau termohon, Pengadilan Agama dapat: b. Menentukan nafkah yang
harus ditanggung oleh suami isteri |
Di dalam ajaran islam, isteri yang
dicerah dengan talak satu atau talak dua (talak raj’i), suami berhak ruju’
kepadanya dalam masa ini (al-Baqarah 228), maka suami masih berkewajiban
membayar nafkah selama dalam masa iddah itu, tidak melihat sedang perceraian
atau tidak. Buka isteri yang berkewajiban menanggung nafkah. |
11
|
Pasal 88: (1)Bagi suami dan isteri yang perkawinanya telah dinyatakan putus
oleh Pengadilan Agama berlaku, berlaku masa transisi atau iddah (7)Masa idaah
bagi seorang duda ditentukan sebagai berikut: a. Apabilla perkawinan putus
karena kematian, maka masa transisi ditetapkan seratus tigapuluh hari b.
Apabila perkawinan putus karena perceraian, maka masa transisi ditetapkan
mengikuti masa transisi mantan isterinya |
1. Al-Baqarah ayat 234: isteri (janda
cerai karena kematian suaminya, wajib beriddah 4 bulan 10 hari (130 hari) 2.
Al-Baqarah ayat 228 adan At-Thalaq ayat 4: isteri putus perkawinan karena talak,
masa iddahnya 3 quru’ yaitu 3 kali suci. Sebagian ulama mengatakan 3 kali haid.
Tetapi jika isteri itu sudah menopause, maka idaahnya 3 bulan 3. Tidak ada
nash al-Qur’an dan Hadits atau Ijma’ Ulama yang mengatakan bahwa suami (duda)
wajiba beriddah, baik cerai mati atau cerai hidup. |
12
|
Pasal 92:
(2)Semua biaya penyusuan anak dibebankan kepada
orang tuanya |
Al-Baqarah ayat 233: 1. Semua biaya
penyusuan anak dibebankan kepada suami 2. Kalau isteri memberi biaya
penyusuan dan lain-lain, berkenaan dengan biaya/nafkah rumah tangga, itu hanya
tabarru |
13
|
Pasal 94:
(3)Anak yang memperoleh status hukum adalah
anak suami isteri di luar rahim dan dilahirkan oleh perempuah lain dengan
penetapan pengadilan |
Fatwa Al-Azhar,
Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, Syakh Sya’rawi dan lain-lain, bahwa bayi
tabung dari suami isteri, dititip pada rahim perempuan lain, statusnya sama
dengan anak hasil zina |
14
|
Pasal 112:
(1)Suami atau isteri yang pasangannya meninggal
dunia wajib melaksanakan masa berkabung selama masa transisi |
Berdasarkan hadits Nabi s.a.w., ulama
sepakat menetapkan bahwa isteri yang suaminya meninggal dunia, wajib berkabung
selama masa iddah. Dengan demikian, tidak halal bagi seorang wanita yang beriman
kepada Allah dan hari kiamat berkabung kepada orang yang meninggal lebih dari
tigas hari, kecuali kepada suami. Jadi isteri yang cerai karena kematian suami,
wajib berkabung atas kematianya suaminya itu. |
15
|
BAB III (tentang Kewarisan),
Pasal 5: Seseorang terhalang menjadi ahli
waris 1. Telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris 2. Telah memfitnah
pewaris, sehingga menyebabkan pewaris diancam dengan hukuman 5 tahun penjara
atau hukuman yang lebih berat. |
Hadits: Orang muslim tidak mewarisi orang non muslim, bergitu pula
sebaliknya, yaitu orang non muslim tidak mewarisi orang
muslim
|
16
|
BAB IV: Bagian Warisan, Pasal
7: Pembagian harta warisan pada prinsipnya
didasarkan atas kerelaan dan kesepakatan para ahli waris |
Pembagian harta waris harus
disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan Allah dalam al-Qur’an,
seperti dalam surat ayat 11 dan 12, kecuali para ahli waris bersepakat melakukan
perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari
bagiannya |
|
Waspada dan Bijaksana
Pendekatan gender, pluralisme, maupun HAM
dan demokrasi, tidak mesti 'menabrak' kaidah-kaidah hukum yang memang sudah
mempunyai derajat kepastian tinggi (qat'iyul wurud) dalam syariah Islam. Menurut
Prof. Ismail Faruqi dan Prof Naquib al-Attas yang meng'create' Islamisasi ilmu
pengetahuan, tak ada satu pun ilmu pengetahuan di dunia ini, yang tidak
bersinergi dengan Sunnatullah.
Jadi, gagasan 'mewarnai' syariah Islam
dengan pendekatan gender, pluralisme maupun HAM dan demokrasi, mestinya bukan
syariah Islam yang dipaksakan untuk menyesuaikan diri dengan keempat pendekatan
tersebut, justru sebaliknya. Karena memang keempat pendekatan tersebut telah
'terakomodasikan' dalam syariah Islam. Kalau gagasan tersebut tetap dipaksakan,
maka dapat dikatakan, bahwa para intelektual muslim tersebut belum dapat
memahami apa yang dikatakan 'ruh' syariah Islam itu sendiri. (amanah
Oleh Drs. H. Chamzawi*
* Penulis adalah alumni Fakultas Syari'ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bekerja di Universitas YARSI
0 komentar:
Posting Komentar