Menggugat Buku Paramadina : Fiqih Lintas Agama yg ingin memberangus Islam Abu Hurairah radhiallahu 'anhu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah mendengar dariku seseorang dari umat ini2 baik orang Yahudi maupun orang Nashrani, kemudian ia mati dalam keadaan ia tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, kecuali ia menjadi penghuni neraka.”
Hadits yang mulia di atas diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya no. 153 dan diberi judul bab oleh Al-Imam An-Nawawi “Wujubul Iman bi Risalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ila Jami’in Nas wa Naskhul Milali bi Millatihi” (Wajibnya seluruh manusia beriman dengan risalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan terhapusnya seluruh agama/ keyakinan yang lain dengan agamanya). Hadits ini menunjukkan terhapusnya seluruh agama dengan diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Seluruh manusia (dan jin) yang menemui zaman pengutusan beliau sampai hari kiamat wajib untuk menaati beliau. Di sini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hanya menyebut Yahudi dan Nashrani karena mereka berdua memiliki kitab (yang diturunkan dari langit). Hal ini diinginkan sebagai peringatan bagi selain keduanya, sehingga lazimnya apabila mereka (Yahudi dan Nashrani) saja harus tunduk dan menaati beliau, maka selain keduanya yang tidak memiliki kitab lebih pantas lagi untuk tunduk. (Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 2/188, Darur Rayyan 1407 H)
Agama ini mengajarkan kepada umat Islam untuk mengatakan bahwa agama selainnya adalah kafir, sehingga dalam keyakinan Islam, agama lain tidak bisa dibenarkan keberadaannya. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan salah satu tujuan diutusnya Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menghapuskan agama selain Islam, sehingga yang ada hanyalah Islam, walaupun Islam masih memberikan batasan-batasan hukum kepada yang lainnya yang dikenal dengan hukum bagi ahludz dzimmah.
Islam sendiri membagi muamalah antara penganutnya dengan orang kafir menjadi empat: kafir harbi, kafir musta’min, kafir mu’ahad dan kafir dzimmi, sehingga setiap golongan diperlakukan sesuai dengan golongannya. Inilah toleransi positif dan benar yang sesuai dengan ketetapan agama Allah serta tidak diragukan kebenarannya, sehingga batillah seruan para thaghut pluralis yang menyatakan bahwa toleransi seperti ini, tanpa ada dalil dari Kitabullah dan Sunnah, sebagai toleransi dalam penafsiran negatif sebagaimana tertera dalam buku mereka Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keberagaman, hal. 13, Penerbit Buku Kompas, 2001. Maka sebagai konsekuensi toleransi ini, mereka harus menerima pengkafiran kaum muslimin terhadap agama lain dan penganutnya.
Agama Islam Menghapus Seluruh Ajaran Agama Sebelumnya
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus para nabi dan rasul untuk menegakkan hujjah-Nya di muka bumi, sehingga tidak ada alasan bagi para hamba bila enggan beriman setelah itu. Dan tidak ada satu umat pun melainkan telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira, sejak rasul yang pertama, Nuh 'alaihissalam, dan ditutup oleh Nabi dan Rasul yang terakhir Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seruan semua utusan Allah tersebut adalah satu, yaitu:
أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Agama para nabi dan rasul tersebut satu yaitu Islam, karena pengertian Islam secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan apa yang Dia syariatkan sejak Allah mengutus para rasul sampai datangnya hari kiamat. Sebagaimana Allah sebutkan hal ini dalam banyak ayat, yang semuanya menunjukkan bahwasa syariat-syariat terdahulu (umat sebelum kita) seluruhnya adalah Islam (tunduk) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seperti firman Allah menyebutkan doa Nabi Ibrahim 'alaihissalam:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk berserah diri kepadamu (muslim) dan jadikanlah anak turunan kami sebagai umat yang tunduk berserah diri (muslim) kepadamu.” (Al-Baqarah: 128)
Adapun Islam dengan makna yang khusus adalah agama yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menghapuskan seluruh ajaran nabi dan rasul terdahulu, sehingga orang yang mengikuti beliau berarti telah berislam, sedangkan yang menolak beliau bukan orang Islam. Pengikut para rasul adalah muslimin di zaman rasul mereka. Maka Yahudi adalah muslimin di zaman Nabi Musa 'alaihissalam, dan Nashrani adalah muslimin di zaman Nabi ‘Isa 'alaihissalam, jika mereka benar-benar mengikuti syariat rasul mereka. Adapun setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, lalu mereka tidak mau beriman kepada beliau maka mereka bukan muslimin (baca: orang Islam). (Syarh Tsalatsatil Ushul, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 20-21, Dar Ats-Tsurayya, 1417 H)
Agama Islam inilah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Dia tidak menerima agama selainnya:
إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللَّهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diterima) di sisi Allah adalah agama Islam.” (Ali Imran: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Siapa yang mencari agama selain agama Islam maka tidak akan diterima agama itu darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa tidak ada agama yang diterima di sisi-Nya selain agama Islam, dengan mengikuti para rasul dalam pengutusannya pada setiap masa, sampai ditutup oleh Nabi dan Rasul yang akhir Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian Allah menutup seluruh jalan kepada-Nya kecuali dari sisi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan begitu, siapa pun yang bertemu dengan Allah setelah diutusnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan beragama selain syariat yang beliau bawa dan ajarkan, maka tidak diterima agama tersebut darinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/19, Maktabah Taufiqiyah, tanpa tahun)
Agama Islam inilah yang Allah anugerahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan umat beliau, dan Allah nyatakan sebagai agama yang diridhai-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (Al-Maidah: 3)
Dalam ayat yang mulia di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seluruh manusia adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh perkara yang cocok diterapkan di setiap zaman, setiap tempat dan setiap umat. Islam adalah agama yang sarat dengan ilmu, kemudahan, keadilan dan kebaikan. Islam adalah pedoman hidup yang jelas, sempurna dan lurus untuk seluruh bidang kehidupan. Islam adalah agama dan negara (daulah), di dalamnya terdapat manhaj yang haq dalam bidang hukum, pengadilan, politik, kemasyarakatan dan perekonomian serta segala perkara yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan dunia mereka, dan dengan Islam nantinya mereka akan bahagia di kehidupan akhirat. (Dinul Haq, Abdurrahman bin Hammad Alu Muhammad, hal. 35, diterbitkan oleh Wazaratusy Syu’unil Islamiyah Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiyyah, 1420 H).
Dengan demikian, wajib bagi setiap orang yang mengaku mengikuti agama para rasul, apakah itu Yahudi ataupun Nashrani, untuk beriman dan tunduk kepada agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila mereka enggan dan berpaling, berarti mereka adalah orang-orang kafir walaupun mereka mengaku beriman kepada Nabi Musa dan Nabi Isa 'alaihimassalam. Dan pada hakikatnya mereka tidak dipandang beriman kepada Nabi Musa dan Nabi ‘Isa 'alaihimassalam sampai mereka mau beriman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. (Dinul Haq, hal. 33)
Pemaksaan Para Thaghut Pluralisme- Inklusivisme agar Agama Lain Juga Diterima sebagai Suatu Kebenaran. Agama Islam adalah kebenaran mutlak, adapun selain Islam adalah kekufuran. Siapa pun yang enggan untuk beragama dengan Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia kafir. Namun kebenaran mutlak ini ditolak oleh para thaghut pluralis dan inklusif Paramadina, JIL dan yang lainnya dengan memaksakan agar Islam jangan merasa benar sendiri tapi perlu melihat kebenaran pada agama lain. Seperti tulisan Budhy Munawar Rahman, pengajar filsafat di Universitas Paramadina Jakarta, yang dimuat dalam situs www.Islamlib.com, 13 Januari 2002, berjudul Memudarnya Kerukunan Hidup Beragama, Agama-agama Harus Berdialog dan juga di harian Republika, 24 Juni 2000, berjudul Mengembalikan Kerukunan Umat Beragama. Dalam tulisannya, ia memaksakan teologi pluralis dengan melihat agama-agama lain sebanding dengan agama Islam, dan juga terhadap ayat Allah yang menunjukkan agama yang Allah terima dan Allah ridhai hanyalah agama Islam (Ali Imran: 19 dan 85). Diajaknya orang-orang untuk membaca ayat ini dengan semangat inklusif, semangat agama universal dengan memaknakan Islam sebagai agama yang penuh kepasrahan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga semua agama bisa dimasukkan ke dalamnya asalkan berpasrah diri kepada Allah.
Demikian juga Muhammad Ali, dosen IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang membuat tulisan di harian Republika (14 Maret 2002) berjudul Hermenetika dan Pluralisme Agama. Ia mengajak orang agar tidak memahami ayat Allah dalam surat Ali Imran ayat 19 dan 85 dalam bingkai teologi eksklusif yakni keyakinan bahwa jalan kebenaran dan jalan keselamatan bagi manusia hanyalah dapat dilalui melalui jalan Islam. Tapi ayat ini harus dipahami dengan teologi pluralis dan teologi inklusif.
Juga Nurcholish Madjid, tokoh mereka yang sangat rajin mengumbar teologi sesatnya, ia menganggap banyak agama yang benar, tidak hanya Islam (Teologi Inklusif Cak Nur karya Sukidi, Kompas, 2001). Saat memberi kata pengantar buku Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, hal. 6 (Penerbit Buku Kompas, 2001), Nurcholish mengucapkan kalimat yang seolah itu benar namun sebenarnya batil: “Kendatipun cara, metode atau jalan keberagamaan menuju Tuhan berbeda-beda, namun Tuhan yang hendak kita tuju adalah Tuhan yang sama, Allah Yang Maha Esa.” Kalimat ini menunjukkan ia mengakui keberadaan semua agama dan menyejajarkannya satu sama lain sehingga Islam sama dengan Nashrani, Hindu, Buddha, Majusi, Shinto, Konghuchu!! Karena semua agama itu menuju Tuhan walau jalan yang ditempuh berbeda (Ulil Abshar Abdalla; Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, Kompas, 18 Nov. 2002 dan situs islamlib.com). Wal’iyadzu billah.
Orang-orang ini enggan untuk mengibarkan bendera permusuhan dengan kaum kafirin dari kalangan Yahudi dan Nashrani, dan enggan pula menganggap salah agama selain Islam. Di antara sebabnya, ketika mereka berhadapan dengan ayat Allah:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mau mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)
Maka disimpulkan oleh Quraisy Shihab bahwa ayat di atas dikhususkan kepada orang-orang Yahudi dan umat Nashrani tertentu yang hidup pada zaman Nabi, dan bukan kepada umat Nashrani dan Yahudi secara keseluruhan (Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, hal. 26). Sementara diijinkannya memerangi orang kafir bukan diperuntukkan terhadap umat Nashrani dan yang semacamnya yang termasuk Ahli Kitab.
0 komentar:
Posting Komentar