Pages

Jumat, 16 Maret 2012

Negara Megalomania

“bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk dalam kubur (AT-TAKATSUR 1-2)
Beberapa hari terakhir kita di suguhkan pemberitaan terkait institusi Negara yang berlomba-lomba menguras dana rakyat untuk menyediakan fasilitas dan keperluan lain di lingkup legislative, eksekutif atau yudikatif. Entah penyakit apa yang menghinggapi ketiga institusi Negara itu hingga dana puluhan milyar mengalir untuk hal-hal yang seharusnya bisa ditekan atau bahkan dipangkas habis. Sebagian mencoba melakukan pembenaran namun sebagian lain coba untuk menghindar.
Ketidakmasukaakalan nominal yang ada seakan menafikan adanya permainan yang terbungkus dengan rapi hingga pihak-pihak yang berkaitan saling lempar tanggungjawab. Semua menjadi bungkam seolah mereka adalah korban dan tak ada yang menjadi tersangka. Proyek-proyek siluman menjadikan tanda tanya besar bagi rakyat, untuk apa semahal itu ? dan untuk siapa sisa nominal yang diluar nalar tersebut ?
Pernahkah mereka berfikir bahwa uang sebanyak itu akan dapat mengalirkan maslahat bagi rakyat yang membutuhkan. Sama sekali tidak ada urgensi untuk membangun gedung baru, renovasi ruangan serta derivasinya hingga peneluaran-pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kinerja para pengambil kebijakan di negri ini.
Karena sudah jelas bahwa faham kapitalisme adalah akar dan sumber yang nyata bagi manusia untuk berbuat di luar batas kodrat atau kemampuannya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak para penguasa yang terjebak dalam keadaan ini, lihatlah soekarno yang mengangkat dirinya menjadi presiden seumur hidup atau soeharto yang berkuaa selama 32 tahun dengan segala wewenangnya untuk mengarahkan atau mengatur republic ini sedemikian rupa. Atau sekelas fir’aun yang pada awalnya mempersepsikan dirinya mirip tuhan dan akhirnya terjebak dengan deklarasi yang menyatakan bahwa “aku adalah tuhan kalian”
Tak bisa di pungkiri juga di era otonomi daerah ini muncul raja raja kecil yang mulai menunjukan “kekuasaannya” yang terbukti mereka mampu mengarahkan milyaran APBD baik provinsi maupun kota/kabupaten kekantong-kantong tak bertuan yang tentunya menambah pundi-pundi kekayaan segelintir oknum pejabat daerah. Banyak juga yang berlomba-lomba untuk mempercantik gedung kantor baik kepala daerah, DPRD atau dinas terkait di masing-masing wilayah. Belum lagi pembangunan-pembangunan yang tak ada korelasinya dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Itulah pembangun formalitas yang tak jelas orientasinya, hanya sekedar menghabiskan anggaran .
Sesugguhnya akar permasalahan ini berkaitan dengan harta (kekayaan), tahta(kekuasaan) dan wanita (syahwat). Sering kita temui pejabat di daerah mengunjungi konsituennya dengan memberikan uang atau menjanjikan pembangunan di daerah tersebut dengan tujuan agar ia di akui sebagai pemimpin atau lebih tepatnya penguasa. Ketika kemuliaan dan kehormatan sang pemimpin ditukar dengan segepok uang, sekantong sembako atau iming-iming lain yang bersifat materi. Bahkan tak jarang karena haus kekuasaan banyak yang bertahan di singgasana atau dengan percaya diri mencalonkan diri kembali seolah muncul sebagai pembaharu tetapi dengan isi yang sama.
Terlalu luas ruang yang bisa menghipnotis siapa saja yang berada dalam lingkaran system seperti sekarang ini. Di mana bisikan setan lebih kencang dari lantunan ayat-ayat Qur’an. Saat visi pembangunan membaur dengan kepentingan korporat, segelintir pejabat memulai mencari celah agar terlihat berwibawa, terhormat atau bahkan pantas di sebut ustad. Gelimang dunia yang fana hanyalah fatamorgana. Nama besar dan banyak pengikut bukanlah jaminan setiap orang untuk dapat menjadi teladan atau panutan. Lebih dari itu banyak yang menggunakan harta sebagai tameng dari jeratan hukum atau bermewah dalam setiap kesempatan agar sekedar di bilang “wah” namun tak berisi hingga bisa lepas kendali.
Saatnya kita menjadi garda terdepan dalam mengingatkan mereka yag ada “diatas” sana, bukan lagi meminta untuk mengeluarkan dalih dan alasan yang selalu sama. Tetapi mencoba merenungi ketika kecintaan terhadap dunia(wahn) seperti yang pernah dikatakan rosul adalah benar adanya dan berakibat takut kehilangan “atribut”, takut kehilangan hartanya, takut kehilangan jabatan dan posisi bahkan takut kehilangan nyawa(mati).
Mungkin saja sebagian beranggapan ini adalah nikmat dari tuhan yang harus dihambur-hamburkan namun sebagian berpendapat bahwa ini adalah ujian kehidupan yang harus dituntaskan. Karena setiap titipan akan dipertanggungjawabkan
“ dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia, dan di sisi ALLAHlah tempat kembali yang baik”

0 komentar:

Posting Komentar