Pages

Sabtu, 10 Maret 2012

Waspadai Wabah "Sipilis"

Setelah dulu Muhammadiyah menyebut istilah TBC (tahayul, bid'ah dan khurafat), wabah baru yang layak diwaspadai adalah "sipilis". Tapi, sipilis yang ini tak sekedar penyakit fisik. Tapi penyakit fikiran

Begitulah istilah yang diberikan cendekiawan Muslim, Adian Husaini, MA, ketika menjadi pembicara di diskusi panel bertema "Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme Pasca Fatwa MUI" di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jakarta kemarin (7/8). "Kalau dulu Muhammadiyah, misalnya, menentang TBC (takhayul, bid'ah, khurafat), maka kini ada bahaya "sipilis" itu," kata kandidat doktor ISTAC-IIUM Malaysia ini.

Menurut Adian, kampanye "sipilis" sebenarnya sudah berlangsung lama. Gerakan ini dipelopori oleh Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, dan Dawam Raharjo. "Gus Dur dan Dawam Raharjo saat ini berada di garda terdepan dalam membela ajaran sesat Ahmadiyah," ujar Adian.

Bagaimana dengan anak-anak muda seperti Ulil Abshar Abdalla (koordinator Jaringan Islam Liberal) yang kini juga getol mengkampanyekan "sipilis"? "Mereka adalah pemain baru, " ujarnya.

Meski masih pemain baru, masih kata Adian, mereka justru dikenal berani. "Orang seperti Nurcholis Majid masih dianggap terlalu 'islami' karena masih percaya Qur`an. Cak Nur dianggap masih ke-Qur`an-Qur`an-an. Sementara generasi baru ini lebih dari itu.

Karenanya, Adian Husaini meminta umat Islam membedakan antara organisasi -organisasi yang dianggapnya sebagai pengasong ide-ide liberal dengan gagasan Islam Liberal itu sendiri.

"Kelompok-kelompok yang mewacanakan ide-ide liberal Islam adalah pengasongnya. Karena itu kita hadapi dengan cara asongan pula," kata Adian. Yang lebih berat, ujar Adian, adalah pada level distributornya, yaitu perguruan-perguruan tinggi Islam atau umum yang menyebarkan ide ini.

Karena itu, untuk kasus-kasus seperti itu harus dihadapi secara akademik pula. Namun, umat jangan melupakan ada agen atau perusahaan yang memasok ide-ide itu, yaitu Islamic-islamic Studies yang didirikan di Barat yang kini, sudah mendirikan cabangnya di Indonesia.


Penjungkirbalikan


Pembicara lain, Dr Ugi Suharto, mengingatkan adanya upaya menjungkirbalikkan berbagai istilah yang sudah baku dan disepakati para ilmuwan, dan itu merupakan bagian dari upaya kampanye sipilis. "Ini adalah metode baru kalangan liberal dalam mengkampanyekan sekularisme," ujar dosen di Universitas Islam Antar-Bangsa Kualumpur ini.

Untuk melaksanakan proyek itu, kaum liberal memunculkan berbagai istilah yang didefinisikan seenak perutnya sendiri. "Misalnya pluralisme, yang didefinisikan sebagai semua agama adalah benar. Juga istilah sekularisme itu sendiri, Al-Qur`an edisi kritis, hermeneutik, dan semacamnya," ujar Ugi memberi contoh.

Sekulerisme misalnya, tidak ada dalam literatur Islam. Karenanya, tidak tepat sekulerisme dibahasa-arabkan menjadi 'ilmaniyah' karena ilmaniyah berasal dari ilmu atau yakin. Sedang sekulerisme adalah istilah asing yang disuntikkan ke kaum Muslimin.

Itulah sebabnya kalau kalangan liberal ini sering mengaku ilmiah, di mata Ugi justru sangat tidak ilmiah. "Kalau benar-benar ilmiah, mereka tentu akan konsisten dan tidak mengubah-ubah definisi istilah sekehendak mereka," kata Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) ini.

Dalam acara itu tampil pula KH Kholil Ridwan, salah seorang Ketua MUI yang juga Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI). Kholil memaparkan tentang proses penggodokan fatwa di MUI sampai akhirnya bisa diumumkan kepada publik.

Pembicara lainnya adalah Hussein Umar, Sekjen DDII. Menurut Hussein, pro-kontra tentang fatwa MUI memberikan hikmah tersendiri. "Ummat jadi terbangun akibat peristiwa ini. Dan kita harus optimis bahwa yang haq akan memperoleh kemenangan," katanya. (pam/cha/Hidayatullah.com)

0 komentar:

Posting Komentar