Oleh : Abu Deedat MH
Himbauan Sjafii maarif untuk belajar kepada “agama kakak” adalah ajakan yang salah kaprah.
Di tengah maraknya gerakan pemurtadan, masih ada tokoh yang menyatakan bahwa kristenisasi adalah sebuah isu. Prof Dr Ahmad Syafii Maarif adalah salah satunya. Hal ini dinyatakannya dalam buku Mencari Autentisitas dalam Kegalauan yang diluncurkan dihotel Arya Duta, Jakarta, bekerjasama dengan The Asia Foundation (founding asing yang membiayai proyek Jaringan Islam Liberal dan Paramadina).
Buya Syafii menyatakan bahwa Kristenisasi pada masa Orde Baru adalah sebuah isu yang telah menyuburkan rasa saling curiga antara Islam dan Kristen. “Isu Kristenisasi pada masa Orde Baru telah semakin menyuburkan rasa saling curiga, terutama antara pemeluk Islam dan Kristen” (halaman 9 baris ke-4 dari atas).
Benarkah kristenisasi itu isu? Penulis tidak ingin berdebat yang hanya akan menghabiskan energi. Biarlah pihak gereja sendiri yang menjawab keraguan Buya Syafii.
“Boleh kita simpulkan bahwa Indonesia adalah suatu daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit firman Tuhan. Jumlah orang Kristen Protestan sudah 13 juta lebih... Jadi tugas sending gereja-gereja muda di benua ini masih amat luas dan berat. Bukan saja sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu, yang perlu mendengar kabar kesukaan, tetapi juga Kaum muslimin yang besar yang merupakan benteng agama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan Injil. Apalagi bukan saja rakyat jelata, lapisan bawah yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi juga dan terutama para pemimpin masyarakat, kaum cendekiawan, golongan atas dan tengah” (Dr H Berkhof, Sejarah Gereja, hal. 321).
“Tujuan utama menyelidiki referensi-referensi Al-Qur’an yang menyaksikan tentang Alkitab ialah: agar kita dapat mengenal serta mengerti dan memanfaatkan potensi ayat-ayat Al-Qur’an yang berguna bagi kepentingan membagikan berkat Injil kepada kaum Muslim yang kita cintai... Kesaksian Al-Qur`an sangat berguna untuk dijadikan jembatan atau sarana misi pekabaran Injil Alkitabiah” (makalah Pendeta Josias Lendert Lengkong pada seminar “Studi Paralelisasi Kristen dan Islam” di hotel Mandarin Jakarta tanggal 15 Agustus 1997).
Sebenarnya konsep tentang perlunya Kristenisasi kepada umat Islam masih sangat banyak. Tapi statemen Berkof dan Lengkong cukuplah untuk mewakili konsep kristenisasi di Indonesia. Dalam praktiknya, penulis punya banyak fakta dan data tentang realita gerakan pemurtadan yang dilakukan oleh umat Kristen, dari cara yang santun sampai cara yang arogan.
Awal Maret 2003, penginjil dari The Gideon Internasional berhasil menyebarkan Alkitab Perjanjian Baru di salah satu SMA Muhammadiyah di Jakarta Selatan. Modusnya, melalui penginjil dan satpam yang ber-KTP Islam. Kini satpam tersebut dipecat setelah kedoknya terbongkar.
Awal Februari 2004 yang lalu, seorang sarjana alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan inisial HR murtad masuk Kristen, setelah digarap oleh para aktivis kelompok Tiberias dari Gereja Bethel Solo. Bahkan HR telah berhasil mengkristenkan adik perempuannya. Alhamdulillah, setelah diterapi oleh Tim FAKTA, HR bisa disadarkan hingga kembali bertaubat, ikrar dua kalimat syahadat. Kini ia meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah. Sebagai kenang-kenangan, HR meninggalkan kartu anggota jemaat Gereja Tiberias yang mirip kartu ATM kepada Tim FAKTA.
Apakah dua kasus sampel itu masih dikatakan isu? Apakah buku-buku berkedok Islam yang isinya seratus persen berusaha memurtadkan umat Islam masih dianggap isu? Bila Buya Syafii masih meragukan adanya kristenisasi, bacalah buku-buku pendeta yang berwajah Islam, berisi ayat-ayat Al-Qur‘an dan Hadits tapi isinya menggiring umat Islam ke Kristen, antara lain:
Buku tulisan penginjil Poernama Winangun: Upacara Ibadah Haji, Ayat-ayat Al-Qur’an Yang Menyelamatkan, dan Isa Alaihis Salam Dalam Pandangan Islam. Buku-buku tulisan Pendeta Nurdin: Keselamatan di dalam Islam, Ayat-ayat Penting di dalam Islam, As-Shodiqul Masduq (Kebenaran Yang Benar), As-Sirrullahil-Akbar (Rahasia Allah Yang Paling Besar), Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, Telah Kutemukan Rahasia Allah Yang Paling Besar, Ya Allah Ya Ruhul Qudus, Aku Selamat Dunia dan Akhirat, dan lain-lain
Brosur Dakwah Ukhuwah (judul: Rahasia Jalan Ke Surga dan Membina Kerukunan Umat Beragama, brosur Shiraathal Mustaqiim (judul: Keselamatan dan Siapakah Yang Bernama Allah), Brosur Al-Barokah (Judul: Allahu Akbar Maulid Isa Almasih dan Dajjal & Kiamat), dll.
Buku Mencari Autentisitas dalam Kegalauan memang bacilupuk. Pada sampul depan buku setebal 239 halaman itu dicantumkan petikan sambutan R William Liddle, profesor ilmu politik dari Amerika Serikat yang notabene non Muslim: “...melalui buku ini, ingin membuktikan bahwa Islamnya Syafii Maarif merupakan rahmat bagi seluruh dunia.”
Ungkapan ini jelas sangat batil dan bertentangan dengan Al-Qur‘an, tapi dengan bangganya ditaruh di sampul depan tanpa ada penjelasan dan sanggahan sama sekali. Seolah penerbit setuju dengan pernyataan bahwa Syafii Maarif mengajarkan Islam baru yang rahmatan lil ‘alamin, yang berbeda dengan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Padahal Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad itu tidak ada embel-embel apapun. Tak ada dalam sejarah istilah “Islam Muhammad SAW.”
Paling tidak, sambutan yang hangat itu menunjukkan bahwa William Liddle yang non Muslim itu setuju dan senang dengan pemikiran Buya Syafii. Padahal Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 120: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti millah (agama) mereka.”
Buya Syafii menekankan bahwa umat Islam harus belajar kepada agama Kristen dalam menghadapi serbuan sekularisme ateistis.
“Dalam tradisi monoteisme Ibrahim, Islam adalah agama yang termuda setelah Yudaisme dan agama Kristen. Oleh sebab itu, kami harus belajar sebanyak-banyaknya pada pengalaman “Agama Kakak” dalam menghadapi serbuan sekularisme ateistis itu” (hal. 8 alinea 2). “Dari sudut doktrin, sebenarnya hubungan Kristen dan Islam adalah hubungan kakak-beradik” (hal. 96 alinea 1).
Anjuran untuk belajar (berguru) sebanyak-banyaknya kepada Yahudi dan Kristen itu terlalu gegabah. Salah satu misi Islam terhadap agama-agama terdahulu adalah sebagai korektor dan batu uji (mushaddiqan dan muhaiminan ‘alaih) terhadap kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Ahli Kitab.
Umat Kristen menambahkan ayat Trinitas dalam I Yohanes 5: 7-8: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”
Kepalsuan ayat Trinitas ini diakui oleh Zonder Publishing House, penerbit Alkitab dari Amerika dalam The Holy Bible New International Version pada halaman 1242 bahwa ayat ini tidak dijumpai dalam Naskah Yunani sebelum abad ke-16 (not found in any Greek manuscript before the sixteenth century).
Penyimpangan kitab suci yang dilakukan oleh Ahli Kitab ini dikoreksi Al-Qur‘an: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Qs. Ali Imran 71).
Tentang doktrin Trinitasnya, Al-Qur‘an meralat: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa” (Qs. Al-Ma`idah 73).
Secara teologi, Islam hadir untuk bukan untuk berguru kepada agama Kristen, tapi untuk mengoreksi “agama kakak.”
Jika Buya Syafii mengajak untuk “belajar sebanyak-banyaknya” kepada pengalaman “agama kakak” (Kristen), maka perlu diketahui bahwa sejarah “agama kakak” itu tidak bersih dari lumuran darah, air mata dan penyiksaan.
Pada masa permulaan, ketika timbul dua aliran Kristen, yakni Unitarian dan Trinitarian. Kelompok Unitarian dipelopori oleh Iranaeus, Tertulianus, Origenes, Diodorus, Lucianus dan Arius menolak doktrin Trinitas dan berpegang teguh pada ajaran tauhid dan peribadatan sesuai dengan ajaran Yesus. Sedangkan Trinitarian memegang teguh doktrin Trinitas.
Untuk meredam perbedaan pendapat dua kelompok tersebut, maka Kaisar Konstantin mengadakan kongres yang dikenal dengan Konsili Nicea tahun 325 M yang dihadiri oleh 2.048 utusan dari berbagai negeri untuk menetapkan konsep ketuhanan dan Injil yang dianggap sah. Karena konsili berpihak kepada kelompok Trinitarian, maka para tokoh Unitarian ditangkapi, disiksa dan dibunuh dengan tuduhan “aliran sesat.”
Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 395 M Kaisar Theodosius membentuk institusi gereja Kristen yang dikenal dengan Inkuisisi (Inquisition). Inkuisisi adalah institusi hukum kepuasan yang dibentuk untuk memberantas kaum heretic, kekuatan magic dan kekuatan yang dianggap berbahaya. Inkuisisi memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Siapapun yang dianggap berbahaya ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat: digantung, dibakar hidup-hidup, dibunuh pelan-pelan, giginya dicabut satu persatu, kulitnya dikelupas, dst. Beberapa tokoh Unitarian yang mati tragis karena mempertahankan ideologi Tauhid antara lain: Iraneus, Origenes, Lucianus, Arius, Nestorius, Discorus dan Benjamin.
Pembunuhan dan penyiksaan terus berlanjut hingga zaman pencerahan Eropa. Tahun 1142 gereja membakar hidup-hidup Abelard, seorang filosof dan tokoh Kristen di Prancis. Tahun 1415 di Spanyol dibakar 31.000 orang yang menentang gereja. Tahun 1416 gereja membakar John Hus dan Jerome sampai mati di Bohemia.
Tanggal 27 Oktober 1553, Michael Serveteus, dokter paru-paru ahli Injil dibakar pelan-pelan sehingga meronta-ronta dan berteriak-teriak kesakitan selama dua jam lalu mati tragis. Dokter ini dibakar karena menulis buku De Trinitas Erroribus (Kesalahan Trinitas). Di Nederland, ribuan orang dipotong lehernya pada tahun 1568.
Nama-nama tenar Martin Cellarius, Ludwig Hoetzer, Louis Socianus, George Blandrata beserta ribuan pengikutnya di Hongaria, Gregory Pauli, Francis David, dan masih banyak lagi menjadi korban kebiadaban Inquisisi yang menegakkan doktrin Trinitas. Pertikaian berdarah dalam internal Kristiani ini sesuai dengan sindiran Al-Qur‘an:
“Dan di antara orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya kami orang-orang Nasrani, ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat...” (Qs. Al-Ma`idah 14).
Majalah Tabligh
Himbauan Sjafii maarif untuk belajar kepada “agama kakak” adalah ajakan yang salah kaprah.
Di tengah maraknya gerakan pemurtadan, masih ada tokoh yang menyatakan bahwa kristenisasi adalah sebuah isu. Prof Dr Ahmad Syafii Maarif adalah salah satunya. Hal ini dinyatakannya dalam buku Mencari Autentisitas dalam Kegalauan yang diluncurkan dihotel Arya Duta, Jakarta, bekerjasama dengan The Asia Foundation (founding asing yang membiayai proyek Jaringan Islam Liberal dan Paramadina).
Buya Syafii menyatakan bahwa Kristenisasi pada masa Orde Baru adalah sebuah isu yang telah menyuburkan rasa saling curiga antara Islam dan Kristen. “Isu Kristenisasi pada masa Orde Baru telah semakin menyuburkan rasa saling curiga, terutama antara pemeluk Islam dan Kristen” (halaman 9 baris ke-4 dari atas).
Klarifikasi Gereja
Benarkah kristenisasi itu isu? Penulis tidak ingin berdebat yang hanya akan menghabiskan energi. Biarlah pihak gereja sendiri yang menjawab keraguan Buya Syafii.
Dr Berkhof: “Indonesia adalah daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan”
“Boleh kita simpulkan bahwa Indonesia adalah suatu daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit firman Tuhan. Jumlah orang Kristen Protestan sudah 13 juta lebih... Jadi tugas sending gereja-gereja muda di benua ini masih amat luas dan berat. Bukan saja sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu, yang perlu mendengar kabar kesukaan, tetapi juga Kaum muslimin yang besar yang merupakan benteng agama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan Injil. Apalagi bukan saja rakyat jelata, lapisan bawah yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi juga dan terutama para pemimpin masyarakat, kaum cendekiawan, golongan atas dan tengah” (Dr H Berkhof, Sejarah Gereja, hal. 321).
Pendeta Yosias Leindert Lengkong: “Al-Qur`an sangat berguna untuk misi pekabaran Injil”
“Tujuan utama menyelidiki referensi-referensi Al-Qur’an yang menyaksikan tentang Alkitab ialah: agar kita dapat mengenal serta mengerti dan memanfaatkan potensi ayat-ayat Al-Qur’an yang berguna bagi kepentingan membagikan berkat Injil kepada kaum Muslim yang kita cintai... Kesaksian Al-Qur`an sangat berguna untuk dijadikan jembatan atau sarana misi pekabaran Injil Alkitabiah” (makalah Pendeta Josias Lendert Lengkong pada seminar “Studi Paralelisasi Kristen dan Islam” di hotel Mandarin Jakarta tanggal 15 Agustus 1997).
Sebenarnya konsep tentang perlunya Kristenisasi kepada umat Islam masih sangat banyak. Tapi statemen Berkof dan Lengkong cukuplah untuk mewakili konsep kristenisasi di Indonesia. Dalam praktiknya, penulis punya banyak fakta dan data tentang realita gerakan pemurtadan yang dilakukan oleh umat Kristen, dari cara yang santun sampai cara yang arogan.
Awal Maret 2003, penginjil dari The Gideon Internasional berhasil menyebarkan Alkitab Perjanjian Baru di salah satu SMA Muhammadiyah di Jakarta Selatan. Modusnya, melalui penginjil dan satpam yang ber-KTP Islam. Kini satpam tersebut dipecat setelah kedoknya terbongkar.
Awal Februari 2004 yang lalu, seorang sarjana alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan inisial HR murtad masuk Kristen, setelah digarap oleh para aktivis kelompok Tiberias dari Gereja Bethel Solo. Bahkan HR telah berhasil mengkristenkan adik perempuannya. Alhamdulillah, setelah diterapi oleh Tim FAKTA, HR bisa disadarkan hingga kembali bertaubat, ikrar dua kalimat syahadat. Kini ia meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah. Sebagai kenang-kenangan, HR meninggalkan kartu anggota jemaat Gereja Tiberias yang mirip kartu ATM kepada Tim FAKTA.
Apakah dua kasus sampel itu masih dikatakan isu? Apakah buku-buku berkedok Islam yang isinya seratus persen berusaha memurtadkan umat Islam masih dianggap isu? Bila Buya Syafii masih meragukan adanya kristenisasi, bacalah buku-buku pendeta yang berwajah Islam, berisi ayat-ayat Al-Qur‘an dan Hadits tapi isinya menggiring umat Islam ke Kristen, antara lain:
Buku tulisan penginjil Poernama Winangun: Upacara Ibadah Haji, Ayat-ayat Al-Qur’an Yang Menyelamatkan, dan Isa Alaihis Salam Dalam Pandangan Islam. Buku-buku tulisan Pendeta Nurdin: Keselamatan di dalam Islam, Ayat-ayat Penting di dalam Islam, As-Shodiqul Masduq (Kebenaran Yang Benar), As-Sirrullahil-Akbar (Rahasia Allah Yang Paling Besar), Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, Telah Kutemukan Rahasia Allah Yang Paling Besar, Ya Allah Ya Ruhul Qudus, Aku Selamat Dunia dan Akhirat, dan lain-lain
Brosur Dakwah Ukhuwah (judul: Rahasia Jalan Ke Surga dan Membina Kerukunan Umat Beragama, brosur Shiraathal Mustaqiim (judul: Keselamatan dan Siapakah Yang Bernama Allah), Brosur Al-Barokah (Judul: Allahu Akbar Maulid Isa Almasih dan Dajjal & Kiamat), dll.
Berguru kepada Sejarah Kristen?
Buku Mencari Autentisitas dalam Kegalauan memang bacilupuk. Pada sampul depan buku setebal 239 halaman itu dicantumkan petikan sambutan R William Liddle, profesor ilmu politik dari Amerika Serikat yang notabene non Muslim: “...melalui buku ini, ingin membuktikan bahwa Islamnya Syafii Maarif merupakan rahmat bagi seluruh dunia.”
Ungkapan ini jelas sangat batil dan bertentangan dengan Al-Qur‘an, tapi dengan bangganya ditaruh di sampul depan tanpa ada penjelasan dan sanggahan sama sekali. Seolah penerbit setuju dengan pernyataan bahwa Syafii Maarif mengajarkan Islam baru yang rahmatan lil ‘alamin, yang berbeda dengan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Padahal Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad itu tidak ada embel-embel apapun. Tak ada dalam sejarah istilah “Islam Muhammad SAW.”
Paling tidak, sambutan yang hangat itu menunjukkan bahwa William Liddle yang non Muslim itu setuju dan senang dengan pemikiran Buya Syafii. Padahal Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 120: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti millah (agama) mereka.”
Bukan Berguru, tapi Meluruskan Kristen
Buya Syafii menekankan bahwa umat Islam harus belajar kepada agama Kristen dalam menghadapi serbuan sekularisme ateistis.
“Dalam tradisi monoteisme Ibrahim, Islam adalah agama yang termuda setelah Yudaisme dan agama Kristen. Oleh sebab itu, kami harus belajar sebanyak-banyaknya pada pengalaman “Agama Kakak” dalam menghadapi serbuan sekularisme ateistis itu” (hal. 8 alinea 2). “Dari sudut doktrin, sebenarnya hubungan Kristen dan Islam adalah hubungan kakak-beradik” (hal. 96 alinea 1).
Anjuran untuk belajar (berguru) sebanyak-banyaknya kepada Yahudi dan Kristen itu terlalu gegabah. Salah satu misi Islam terhadap agama-agama terdahulu adalah sebagai korektor dan batu uji (mushaddiqan dan muhaiminan ‘alaih) terhadap kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Ahli Kitab.
Umat Kristen menambahkan ayat Trinitas dalam I Yohanes 5: 7-8: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”
Kepalsuan ayat Trinitas ini diakui oleh Zonder Publishing House, penerbit Alkitab dari Amerika dalam The Holy Bible New International Version pada halaman 1242 bahwa ayat ini tidak dijumpai dalam Naskah Yunani sebelum abad ke-16 (not found in any Greek manuscript before the sixteenth century).
Penyimpangan kitab suci yang dilakukan oleh Ahli Kitab ini dikoreksi Al-Qur‘an: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Qs. Ali Imran 71).
Tentang doktrin Trinitasnya, Al-Qur‘an meralat: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa” (Qs. Al-Ma`idah 73).
Secara teologi, Islam hadir untuk bukan untuk berguru kepada agama Kristen, tapi untuk mengoreksi “agama kakak.”
Belajar kepada Sejarah Kristen
Jika Buya Syafii mengajak untuk “belajar sebanyak-banyaknya” kepada pengalaman “agama kakak” (Kristen), maka perlu diketahui bahwa sejarah “agama kakak” itu tidak bersih dari lumuran darah, air mata dan penyiksaan.
Pada masa permulaan, ketika timbul dua aliran Kristen, yakni Unitarian dan Trinitarian. Kelompok Unitarian dipelopori oleh Iranaeus, Tertulianus, Origenes, Diodorus, Lucianus dan Arius menolak doktrin Trinitas dan berpegang teguh pada ajaran tauhid dan peribadatan sesuai dengan ajaran Yesus. Sedangkan Trinitarian memegang teguh doktrin Trinitas.
Untuk meredam perbedaan pendapat dua kelompok tersebut, maka Kaisar Konstantin mengadakan kongres yang dikenal dengan Konsili Nicea tahun 325 M yang dihadiri oleh 2.048 utusan dari berbagai negeri untuk menetapkan konsep ketuhanan dan Injil yang dianggap sah. Karena konsili berpihak kepada kelompok Trinitarian, maka para tokoh Unitarian ditangkapi, disiksa dan dibunuh dengan tuduhan “aliran sesat.”
Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 395 M Kaisar Theodosius membentuk institusi gereja Kristen yang dikenal dengan Inkuisisi (Inquisition). Inkuisisi adalah institusi hukum kepuasan yang dibentuk untuk memberantas kaum heretic, kekuatan magic dan kekuatan yang dianggap berbahaya. Inkuisisi memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Siapapun yang dianggap berbahaya ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat: digantung, dibakar hidup-hidup, dibunuh pelan-pelan, giginya dicabut satu persatu, kulitnya dikelupas, dst. Beberapa tokoh Unitarian yang mati tragis karena mempertahankan ideologi Tauhid antara lain: Iraneus, Origenes, Lucianus, Arius, Nestorius, Discorus dan Benjamin.
Pembunuhan dan penyiksaan terus berlanjut hingga zaman pencerahan Eropa. Tahun 1142 gereja membakar hidup-hidup Abelard, seorang filosof dan tokoh Kristen di Prancis. Tahun 1415 di Spanyol dibakar 31.000 orang yang menentang gereja. Tahun 1416 gereja membakar John Hus dan Jerome sampai mati di Bohemia.
Tanggal 27 Oktober 1553, Michael Serveteus, dokter paru-paru ahli Injil dibakar pelan-pelan sehingga meronta-ronta dan berteriak-teriak kesakitan selama dua jam lalu mati tragis. Dokter ini dibakar karena menulis buku De Trinitas Erroribus (Kesalahan Trinitas). Di Nederland, ribuan orang dipotong lehernya pada tahun 1568.
Nama-nama tenar Martin Cellarius, Ludwig Hoetzer, Louis Socianus, George Blandrata beserta ribuan pengikutnya di Hongaria, Gregory Pauli, Francis David, dan masih banyak lagi menjadi korban kebiadaban Inquisisi yang menegakkan doktrin Trinitas. Pertikaian berdarah dalam internal Kristiani ini sesuai dengan sindiran Al-Qur‘an:
“Dan di antara orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya kami orang-orang Nasrani, ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat...” (Qs. Al-Ma`idah 14).
Jadi, himbauan untuk belajar kepada “agama kakak” adalah ajakan yang salah kaprah. Karena umat Islam adalah umat yang terbaik (khaira ummah; Ali Imran 110) dan umat yang paling tinggi derajatnya (a’launa; Ali Imran 139).
Majalah Tabligh
0 komentar:
Posting Komentar