Oleh : Irfan S. Awwas Fikih Pluralis yang dikembangkan oleh tim penulis Paramadina dan
dikemas dalam buku Fiqih Lintas Agama yang diterbitkan oleh Yayasan Wakaf
Paramadina dan The Asia Foundation, merupakan salah satu bentuk kekafiran
berpikir. Menyimak isinya yang dengan entengnya mengorbankan prinsip-prinsip
Islam untuk berhala kemanusiaan, jelas sangat berbahaya. Kerangka berpikir
liberal yang mendasari opini berpikir para penulis sarat dengan fitnah terhadap
umat Islam. Selain itu juga mengundang unsur-unsur penghinaan terhadap
keyakinan umat beragama. Karena itu pada tanggal 12 Dzulqa’idah 1424 (4 Januari
2004) Majelis Mujahidin melayangkan surat tantangan debat terbuka kepada tim
penulis buku Fiqih Lintas Agama.
Pluralisme beragama yang dikembangkan
dalam buku ini merupakan kerangka berpikir “talbisul-iblis”, yaitu
memoles kebatilan dengan dalil-dalil agama atau argumentasi al-haq untuk tujuan
kesesatan, sehingga kebatilan itu nampak seolah-olah sebuah kebenaran.
Mereka memakai dalil-dalil kebenaran untuk tujuan kebatilan. Agama
diorientasikan untuk kepentingan hawa nafsu manusia, sehingga ketika manusia
merasa kepentingannya tidak terwakili oleh agama, maka dia akan melemparkan
agama itu atau bebas untuk pindah agama atau bebas untuk tidak beragama sama
sekali.
Selain itu, buku Fiqih Lintas Agama ini dapat mengundang salah
paham terhadap syariat Islam seperti yang umumnya dilakukan oleh para orientalis
dan kaki tangannya. Sebagaimana yang dilakukan misalnya oleh Ahmad Amin dan
Qosim Amin di Mesir. Dia menulis buku tentang Islam, Akidah dan Syariah.
Kritik terhadap fikih yang dilakukan oleh tim penulis Paramadina dalam
buku ini memposisikan mereka yang berbeda pendapat dengan gagasan sesatnya dalam
buku ini sebagai orang yang kurang wawasan dan tidak berpikir kemanusiaan.
“Orang-orang yang ingin menjadikan fikih bukan sebagai cara atau alat
memahami doktrin agama, melainkan sebagai dogma yang kaku, rigid yang
ujung-ujungnya adalah formalisasi Syariat” (hal. 4 alinea 2).
“Dan
formalisasi syariat Islam dipandang sebagai kecenderungan orang yang kurang
wawasan dan tidak berpikir dalam kerangka kemanusiaan. Mereka mencurigai fikih
secara implisit ataupun eksplisit menebarkan kebencian dan kecurigaan terhadap
agama lain. Ada beberapa istilah yang selalu dianggap musuh dalam fikih klasik,
yaitu “musyrik”, “murtad” dan “kafir”. Apakah Islam memang benar-benar sebagai
agama yang menebarkan permusuhan dan kekerasan?” (hal. 2 alinea 2 dan 3).
Untuk membuktikan betapa berbahayanya buku ini dalam hal menyesatkan
manusia serta fitnah terhadap Islam, Majelis Mujahidin meminta penjelasan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara komprehensif, sebagai upaya
klarifikasi terhadap penulis mengenai gagasan yang dalam pandangan Majelis
Mujahidin merupakan kekafiran berpikir.
Sudah semestinya jika dalam
perdebatan ini terbukti argumentasinya lemah, maka harus ada keberanian untuk
mohon maaf kepada umat Islam, dan melakukan taubatan nasuha atas kesesatan
kerangka berpikir.
|
|
0 komentar:
Posting Komentar