Pages

Sabtu, 10 Maret 2012

Badan Fiqih Dunia dan Al-Qardhawi: Shalat Jum’at Versi Aminah Wadud Menyesatkan dan Munkar

Majma' Al-Fiqhi Al-Islami (MFI), rujukan tertinggi dalam masalah hukum Fiqih Islam di dunia, mengecam keras aksi 'nyeleneh' yang dilakukan Aminah Wadud, seorang profesor wanita studi Islam di Virginia Commonhealth University, yang mengimami pelaksanaan sholat Jumat (18/3) yang diselenggarakan di Synod House, gereja Katedral St. John milik keuskupan di Manhattan, New York. Pelaksanaan sholat jumat yang diikuti oleh sekitar 100 jemaah ini, bukan hanya diikuti oleh jemaah wanita tapi juga laki-laki. Demikian seperti dilansir kantor berita Arab Saudi SPA.

Lembaga hukum Fiqih Islam yang bernaung di bawah OKI ini menilai apa yang dilakukan Wadud ini sebagai bid'ah yang menyesatkan dan musibah, yang tercermin dengan majunya seorang wanita untuk pertama kalinya untuk mengimami shalat jamaah dalam shalat Jum’at di sebuah katederal Kristen di kota Manhattan Amerika. :foto :sound

Pernyataan resmi yang dikeluarkan MFI itu juga menjelaskan bahwa apa yang telah terjadi itu dinilai sebuah pelanggaran hukum-hukum syariat dari beberapa segi yaitu, khutbah Jum’at oleh wanita, imam wanita atas jamaah pria, jamaah wanita dan pria yang berdiri sejajar dan berdampingan serta terjadinya Ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita) di katederal Kristen.

MFI menambahkan, apa yang telah terjadi itu melanggar apa yang telah disepakati mayoritas ulama Islam dan ahli Fiqih yang terpercaya, bisa jadi mereka yang melaksanakan shalat seperti itu berpegang kepada pendapat-pendapat lemah atau tak terpercaya yang terdapat di beberapa buku-buku Fiqih.

MFI menyiratkan, ahli Fiqih Islam sepakat bahwa shalat Jum’at itu diwajibkan atas kaum pria saja dan bukan wanita, maka mereka (laki-laki) itu sajalah yang melaksanakan khutbah dan shalatnya, wanita boleh menghadiri shalat Jum’at itu, dan itu dianjurkan serta bukan keharusan, maka bagaimana wanita itu dibolehkan maju (menjadi khatib dan imam) sedangkan di sana ada yang lebih berhak atas itu. Selain itu, seperti diketahui bahwa posisi wanita di depan laki-laki dalam barisan itu akan membatalkan shalatnya laki-laki.

Dalam penjelasannya itu MFI mencantumkan hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah ini. Lalu MFI mengatakan bahwa shalatnya Wadud dan rekan-rekannya itu tak memenuhi syarat dan mereka harus menggantinya dengan shalat Dzuhur.

Senada dengan MFI, ulama besar Syaikh Yusuf Al-Qardhawi juga mengecam keras atas shalat Jum’at versi Wadud itu. Al-Qardhawi menyebutnya sebagai bid'ah yang munkar. Menurutnya, dalam sejarah Muslimin selama 14 abad tak dikenal seorang wanita menjadi khatib Jum’at dan mengimami laki-laki. Bahkan kasus seperti ini pun tak terjadi di saat seorang wanita menjadi penguasa pada era Mamalik di Mesir.

Al-Qardhawi menegaskan bahwa terdapat konsensus (ijma') meyakinkan yang menolak tindakan Wadud itu. Pasalnya, mazhab yang empat bahkan yang delapan sepakat bahwa wanita tak boleh menjadi imamnya laki-laki dalam shalat-shalat wajib, meski sebagian membolehkan seorang wanita yang pandai membaca Al-Qur’an untuk menjadi imam di rumahnya saja.

Adapun imamnya wanita bagi wanita lainnya inilah yang diakui dalil-dalil hadits, tambah Al-Qardhawi sambil menyarankan agar Muslimah yang bersemangat dengan hak-hak wanita itu menghidupkan sunnah yang telah mati yaitu shalat berjamaah wanita ketimbang menciptakan bid'ah munkar ini, yaitu wanita menjadi imamnya laki-laki.

Al-Qardhawi menjelaskan bahwa dalam Islam ibadah itu pada dasarnya tak dibolehkan dan terlarang kecuali syariat membolehkannya dengan dalil-dalil yang valid dan tegas, sehingga tak sembarang orang membuat aturan sendiri yang tak diperbolehkan oleh Allah.

Terkait dengan anggapan Wadud yang menyatakan bahwa tabunya imam shalat Jum’at ini akibat tradisi dan adat yang sudah usang, Al-Qardhawi menyanggahnya bahwa hukum-hukum syariat ini ditetapkan oleh hadits-hadits sahih, ijma' Muslimin, yang dipraktekkan oleh mereka berabad-abad di semua mazhab dan aliran, bukan sekedar karena tradisi dan adat.

Al-Qardhawi menambahkan, shalat dalam Islam bukan hanya doa seperti dalam sembahyangnya Kristen, tapi dalam shalat terdapat gerakan-gerakan, duduk, rukuk dan sujud. Dan gerakan-gerakan itu tak etis dilakukan seorang wanita di depan laki-laki, apalagi shalat merupakan ibadah yang dituntut adanya khusyu hati, ketenangan jiwa dan konsentrasi dalam bermunajat kepada Allah. Sedangkan tubuh wanita tercipta berbeda dengan tubuh laki-laki, dimana seorang wanita memiliki tubuh yang dapat merangsang laki-laki.

Karena itu, lanjutnya, untuk menghindari fitnah dan upaya preventif, maka syariat menjadikan masalah imam, adzan dan iqomat untuk laki-laki, posisi shaf shalat wanita di belakang shaf laki-laki dan menjadikan shaf paling utama laki-laki di depan dan bagi wanita paling belakang.(lys/ikhol/hn/eramuslim)




Ulama Menolak Tindakan Wanita Menjadi Imam

Ulama Sheikh Yusuf Qaradhawi mengutuk keras Aminah Wadud dengan menegaskan bahwa Islam melarang wanita menjadi imam shalat kecuali semua jama’ahnya adalah perempuan. Selain Qaradhawi, hampir semua ulama Islam mengecam tokoh Islam Liberal tersebut

Tindakan Aminah Wadud, seorang profesor Islam wanita yang menjadi imam shalat Jum’at kepada jama’ah bercampur lelaki dan perempuan di New York minggu lalu terus mendapat bantahan keras seluruh kaum muslimin dan ulama di seluruh dunia.

Selain unjuk rasa yang diadakan di kota New York, sebuah koran Mesir, Al-Messa dalam halaman depan beritanya menyebutkan, “Mereka Mencemari Imej Islam di Amerika.”
Koran itu menganggap Prof. Dr. Amina Wadud, seorang profesor pengkajian Islam di Commonwealth University, Virginia yang menjadi imam kepada tidak kurang 80 jamaah bercampur antara pria dan wanita sebagai ‘wanita gila.’ Di Arab Saudi, Mufti Besar Abdul-Aziz al-Sheik turut mengutuk kejadian itu. Imam Masjid Al-Azhar, Sheik Sayed Tantawi mengatakan, Islam hanya membenarkan wanita menjadi imam kepada golongan yang sama dengan mereka.

Di New York, polisi semalam terpaksa membubarkan kelompok pengunjuk rasa yang menolak tindakan Wadud yang memaksa menjadi imam shalat Jum’at di di Synod House di Gereja Besar Episcopal St John di Manhattan.

Wadud memaksa menjadi imam shalat Jum’at setelah tiga masjid setempat enggan menerimanya berikut ancaman bom. Bahkan kala itu, seorang wanita mengumandangkan iqamat.

Lebih 100 jama’ah pria dan wanita bershalat Jum’at tanpa ada tirai yang memisahkan mereka sebagaimana amalan biasa. Separuh jama’ah pria bahkan beberapa kali dilihat gelisah dan keliru dengan tindakan mereka. Peristiwa itu nampaknya sudah didesain karena banyaknya liputan luas dari wartawan, juru foto media cetak serta televisi.

Sebelum pelaksanaan shalat, Wakil Direktur Pusat Kebudayaan Islam di New York, Muhamamd Syamsi Ali, sudah langsung menetangnya. Kepada harian Asyarqul Awsath, koran Arab Saudi yang terbit di London edisi Jumat lalu, ia menyatakan penolakan itu. "Tak jadi masalah jika Wadud hanya menjadi imam bagi jemaah wanita saja. Sebab, ini merupakan anugerah dan ketentuan Allah. Tapi, jika dia juga menjadi imam bagi jama'ah laki-laki, ini tak dibenarkan dalam islam (ghayru masmuh) dan tidak sesuai dengan ajaran islam," katanya

Sabtu lalu, seorang ulama terkemuka dunia di Al-Azhar di Kaherah, Mesir mengatakan, Islam hanya membenarkan wanita menjadi imam kepada golongan yang serupa dengan mereka tetapi tidak kepada orang lelaki.

Ulama terkemuka Sheikh Yusuf Qaradhawi turut mengutuk keras tindakan Wadud dengan menegaskan bahwa Islam melarang sama sekali wanita berbuat begitu kecuali semua jama’ahnya adalah perempuan.

Semua ulama Islam setuju bahwa wanita tidak boleh menjadi imam kepada pria, kata Qaradhawi dalam fatwanya yang disiarkan koran Qatar.

“Shalat dalam Islam yang dilakukan secara berdiri, menunduk (rukuk) dan sujud tidak sesuai dilakukan dalam keadaan lelaki dan perempuan bercampur. Sholat memerlukan ketenangan untuk berkomunikasi dengan Allah,” ujar Qaradhawi.

Aminah Wadud adalah warganeara Amerika Serikat keturunan Afrika. Ia adalah gurubesar sejarah Islam di Universitas Virginia. Namanya mencuat berkat bukunya yang berjudul Al-Quran dan Wanita, yang menjadi best seller di Amerika. Dalam buku itu Wadud banyak menjelaskan tentang posisi wanita dalam Islam, termasuk bolehnya seorang wanita menjadi imam salat bagi kaum laki-laki, yang kemudian menjadi inspirasi aktifis Islam Liberal di Indonesia meski semua ulama sepakat menolak.

Bagaimanapun sensasi kaum liberal ini bukanlah hal lucu. Kesetaraan hak dan jender, selama ini sering menjadi isu yang dipaksakan dalam agama. (ap/hid/cha/Hidayatullah.com)


Sholat Jumat di New York dengan Imam Wanita: Konspirasi Barat untuk Lemahkan Islam

Sampai hari ini, tokoh-tokoh Islam di Timur Tengah masih melontarkan kecaman terhadap pelaksanaan sholat jumat di kota New York yang diimami seorang wanita. Mereka menganggap tindakan itu sebagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan ajaran agama Islam.

Seperti diberitakan, Amina Wadud, seorang Profesor studi Islam di Virginia Commonhealth University, hari Jumat pekan kemarin, mengimami pelaksanaan sholat Jumat yang diselenggarakan di Synod House, gereja Kathedral St. John milik Keuskupan di Manhattan, New York. Pelaksanaan sholat jumat yang diikuti oleh sekitar 100 jemaah ini, bukan hanya diikuti oleh jemaah wanita tapi juga laki-laki, yang langsung memicu kecaman kalangan pemuka Islam. Penyelenggara sholat jumat dengan imam perempuan itu menyatakan, mereka ingin menarik perhatian masyarakat terhadap adanya perbedaan hak yang dialami kaum perempuan Muslim.

Harian Al-Messa yang terbit di Mesir menurunkan berita tentang pelaksanaan sholat jumat di New York itu di halaman depan dengan judul yang cukup keras,"Mereka mencoreng citra Islam di Amerika!," dan menyebut Amina sebagai wanita yang tidak waras.

Seorang wanita, profesor di bidang hukum Syariah menilai tindakan Amina sudah menyalahi ajaran agama. Ia menyatakan, tubuh wanita bisa membangkitkan hawa nafsu bagi pria. Beberapa pemuka Islam lainnya mencurigai adanya konspirasi yang dilakukan AS untuk mengubah Islam tradisional menjadi agama yang sekular.

Sheikh Sayed Tantawi, Kepala Masjid Al-Azhar, Mesir menyatakan, Islam membolehkan seorang wanita menjadi imam bagi jamaah wanita lainnya, tapi bukan termasuk jamaah laki-laki yang sholat bersamanya. Kecaman keras juga disampaikan oleh Mufti Besar Arab Saudi, Abdul Aziz Al-Sheikh yang menyatakan menentang apa yang dilakukan Amina di New York, dalam khutbah jumatnya di masjid Riyadh. "Siapa saja yang membela isu ini, sama artinya sudah menyelewengkan ajaran Tuhan. Musuh-musuh Islam memanfaatkan isu-isu perempuan untuk merusak masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Studi Islam di akademi khusus wanita di Universitas Al-Azhar, Soad Soleh menilai apa yang dilakukan Amina sebagai penyelewengan ajaran agama yang diancam hukuman mati dalam Islam. "Jika dalam jamaah sholat ada laki-laki, wanita dilarang menjadi imam, jika dilakukan berarti sudah menyalahi dasar-dasar ajaran agama Islam," tutur Saleh. Ia mengatakan, tubuh wanita bisa membangkitkan nafsu bagi kaum laki-laki oleh sebab itu, wanita seharusnya tidak menjadi imam dalam jamaah yang ada kaum lelakinya.

Lebih lanjut Saleh mengatakan, apa yang terjadi di New York adalah sebuah plot untuk melemahkan agama Islam. "Ini adalah konspirasi asing melalui organisasi-organisasi Islam sekular untuk menyebar bibit-bibit perpecahan di kalangan umat Islam. Namun Allah akan melindungi agama Islam," ujar Saleh.

Abdul Moti Bayoumi, peneliti di Pusat Riset Islam Al-Azhar menyatakan, Amina Wadud sudah melakukan inovasi yang buruk dan menyimpang dan bertentangan dengan ajaran dan sikap Nabi Muhammad SAW. "Tidak membolehkan wanita memimpin sholat dengan jemaah yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, bukanlah diskriminasi, tapi untuk mencegah kaum laki-laki dari godaan dan nafsunya sebagai manusia ketika ia berada di belakang perempuan saat rukuk dan sujud dalam sholat," papar Bayoumi.

Pelaksanaan sholat Jumat dengan imam perempuan di New York dan pro kontra tentang pelaksanaan sholat itu ditayangkan oleh stasiun televisi Al-Jazeera dan Al-Arabiya. Sebuah situs internet milik kelompok Islam militan menampilkan photo jemaah wanita dalam sholat itu yang tidak menutup kepalanya dengan jilbab. (ln/islamicity/eramuslim)


Perempuan Menjadi Khatib dan Imam Jumaat


Perempuan menjadi khatib ketika solat jumaah dan seterusnya menjadi imam mencatat sejarah paling buruk dalam sejarah kewanitaan Islam. Prof. Aminah Wadud, Profesor Pengajian Islam di Universiti Viriginia Commonwealth, USA pernah mencetuskan banyak kontroversi sekali lagi mencipta nama dalam sejarah, bukan untuk diagungkan tetapi dikritik.

Beliau sememangnya tergolong dalam kelompok yang keliru walaupun memiliki gelaran Profesor dan barangkali mempunyai otak yang briliant. Menuntut persamaan hak antara lelaki dan perempuan bukanlah perjuangan yang dituntut oleh para Nabi mahupun pejuang-pejuang wanita Islam yang lalu. Ini sebenarnya produk feminisme barat yang kecewa akibat perempuan tidak diberi layanan yang sempurna. Slogan perempuan ibarat Iblis, makhluk asing yang dihantar dan sebagainya bukanlah slogan yang lahir dari dunia Islam, akan tetapi dari pihak Barat.

Islam mengangkat tinggi martabat wanita hatta dalam hadis Nabi Muhammad saw apabila ditanya siapakah yang patut dihormati dahulu, antara bapa atau ibu? Nabi mengulang sebanyak 3 kali mengatakan ibulah yang menjadi keutamaan kemudian disusuli oleh bapa.

Justeru, gerakan menuntut persamaan hak dalam setiap konteks ibadat dan kehidupan merupakan tuntutan yang sia-sia. Percayalah, usaha Aminah Wadud itu sebenranya membuka pekung di dada bahawa beliau adalah golongan yang keliru dalam memahami hikmah syariat Islam. Inilah yang dikatakan loss of adab; apabila benda yang hak tidak diletakkan ditempat yang sebenarnya.

Satu kisah yang menarik untuk diperhatikan, apabila satu masa Prof. Naqib AL-Attas ketika belajar di UK. Dalam satu bas menuju ke universiti, beliau duduk dan di sebelahnya ada seorang perempuan tua. Kebetulan ramai orang ketika itu menyebabkan tiada tempat yang kosong. Lalu, punyalah lama perjalanan itu menyebabkan perempuan tua itu merungut dan marahkan Prof. Naqib kerana dia terlalu penat. Kemudian dengan tiada segan silu, Prof Naqib menjawab,"Apakah ini yang kamu mahukan? Jika orang lelaki boleh berdiri, sepatutnya perempuan juga patut berdiri"(Maksudnya: Itulah namanya adil atau saksama yang Barat mahukan)

Kesimpulan daripada cerita benar ini ialah persamaan yang bagaimana yang kita mahukan? Sepatutnya kita mesti jelas bahawa ada perkara yang boleh diberi hak yang sama dan ada yang ditetapkan oleh syariat tiada persamaan dalamnya antara lelaki dan perempuan.

0 komentar:

Posting Komentar